Senin, 25 Juli 2011

"SOFT TISSUE INJURIES (TRAUMA)"

 Soft tissue injuries/cedera jaringan lunak termasuk keseleo, strain, dislokasi, dan subluxations. Cedera ini umum biasanya disebabkan oleh trauma. Bagi orang yang menyukai olahraga, kemungkinan beresiko mengalami cedera jaringan lunak/soft tissue trauma.

Soft tissue trauma terbagi menjadi delapan macam, yaitu: Sprains and strains; Dislocation and Subluxation; Repetitive Strain Injury (RSI); Carpal Tunnel Syndrome (CTS);  Rotator Cuff Injury; Meniscus Injury; Bursitis; dan Muscle Spasms (Lewis,2007).

Pemeriksaan untuk cedera pada jaringan lunak seperti otot dilakukan dengan palpasi awal dengan kekuatan/kompresi minimal (dalam kasus cedera akut).
a.     History
1)  Onset
2)  Lokasi Nyeri
3)  Mekanisme cedera/injury
4)  Prioritas pengobatan dan rehabilitasi

b.     Pemeriksaan Fisik
1)  Inspeksi
2)  ROM aktif/pasif
3)  Palpasi
4)  nervus tests, neurologis ; myotome, dermatom, tes saraf tepi,
5)  Tendon refleks dalam
6)  Kekuatan dan kontrol motorik
7)  Melakukan anallisis
8)  Pengkajian
9)  Treatment
10) Treatment perencanaan
11) Treatment prosedur

c.      Pemeriksaan Laboratorium
USG adalah agen pemanasan yang mendalam yang memanfaatkan gelombang suara akustik untuk menghasilkan mekanik gangguan pada jaringan. Sifat fisik energi akustik yang dihasilkan dari ultrasound transduser USG memiliki banyak pertimbangan klinis. kepala transducer harus dipilih dalam hal struktur yang sedang terobati. Banyak unit USG yang beukuran bervariasi dari 1 cm sampai10 cm.
Soft tissue trauma terbagi menjadi delapan macam, yaitu:
1.      

SPRAINS AND STRAINS
1). Pengertian
Sprain dan strain adalah dua jenis cedera yang mempengaruhi sistem muskuloskeletal. Cedera ini biasanya abnormal yaitu terjadi peregangan atau memutar kekuatan yang mungkin terjadi selama kegiatan kuat. Cedera ini sering terjadi di sekitar sendi, ankle and wrist (Lewis, 2007).
Sprain/keseleo adalah cedera pada struktur tendinoligamentous dan sekitarnya, biasanya disebabkan oleh gerakan memilukan atau memutar (Lewis, 2007)

2). Klasifikasi
Sprain diklasifikasikan menurut jumlah serat ligamen yang sobek, yaitu:
1)    Sprain ringan dapat melibatkan mengakibatkan sedikit pembengkakan.
2)    Sprain moderat mengalami gangguan jaringan yaitu terjadi pembengkakan dan nyeri.
3)    Sprain berat robeknya ligamen lengkap dan dapat menjadi parah dan bengkak.
Sebuah celah di otot dapat terlihat/teraba melalui kulit jika otot robek. Karena daerah di sekitar sendi kaya akan saraf,maka cedera bisa sangat menyakitkan. Daerah yang paling umum terjadi sprain yaitu: pergelangan kaki dan pergelangan tangan.


Tingkatan sprain:
-         I        : ringan atau sedikit menarik otot, sebagian ligament robek, hematom minimal, gangguan fungsi (-)
-         II       : otot moderat atau robek sedang, sebagian besar ligament robek, gangguan fungsi (ringan)
-         III      : otot robek parah/ruptur komplit, terjadi gangguan fungsi


3). Manifestasi Klinis Sprain dan Strain:
Manifestasi klinis dari sprain dan strain yaitu: rasa sakit, edema, penurunan fungsi, dan memar.

4). Cara Mengatasi Sprain dan Strain Ringan:
Cara mengatasi sprain dan strain ringan yaitu dengan cara membatasi pergerakan tubuh yang berlebihan, maka akan pulih kembali dalam waktu 3 sampai 6 minggu.  keseleo parah dapat menyebabkan patah avulsion, di mana ligamen menarik lepas sebuah fragmen tulang dan sendi menjadi tidak stabil dan mengakibatkan subluksasi atau dislokasi. Pada saat cedera, hemarthrosis (perdarahan dalam ruang sendi atau rongga) atau gangguan dari lapisan sinovial dapat mungkin terjadi.
Strain akut mengakibatkan otot pecah sebagian atau lengkap. Sedangkan strain parah mungkin melibatkan otot pecah sebagian atau lengkap, dan memerlukan penjahitan bedah fasia otot dan sekitarnya.

5). Manajemen Keperawatan Sprain dan Strain:
a. Promosi kesehatan
Peregangan dan pemanasan sebelum berolahraga dan sebelum aktivitas yang kuat secara signifikan dapat mengurangi sprain/keseleo dan strain. Pemanasan latihan "prelengthen" jaringan berpotensi dapat menghindari peregangan cepat yang sering dijumpai dalam olahraga. Latihan juga meningkatkan suhu jaringan otot, meningkatkan penggunaan oksigen di dalam otot, dan meningkatkan metabolisme sel dan transmisi impuls saraf. Peregangan meningkatkan keseimbangan, koordinasi, fleksibilitas, dan kesadaran kinestetik, sehingga  kemungkinan dapat mengurangi cedera pada otot atau sendi.

b. Intervensi Akut
Jika cedera terjadi, perawatan segera berfokus pada:
1) Menghentikan aktivitas dan keterbatasan gerakan.
2) Menerapkan es kompres ke daerah luka
3) Mengompresi ekstremitas yang terlibat
4) Mengangkat badannya
5) Menyediakan analgesia yang diperlukan

c. Rawat jalan dan perawatan di rumah
Pasien harus diinstruksikan dalam penggunaan es dan elevasi selama 24 hingga 48 jam setelah cedera untuk mengurangi edema. Penggunaan analgesik ringan untuk kenyamanan pasien. Penggunaan pembungkus elastis dapat memberikan dukungan tambahan selama kegiatan. Pasien harus belajar langkah yang tepat untuk memperkuat dan untuk mencegah reinjury.
Terapis fisik mungkin membantu dalam memberikan rasa sakit melalui modalitas seperti ultrasound. Terapis juga dapat mengajarkan pasien untuk melakukan latihan untuk fleksibilitas dan kekuatan.

 
6). Manajemen Darurat Cedera Akut Tissue Lembut
Etiologi soft tissue akut yaitu pukulan langsung, cedera crush, tabrakan kendaraan bermotor dan cedera olahraga. Temuan penilaian: edema, ecchymosis / memar, pain, kelembutan, penurunan sensasi pada klien dengan edema berat, dan isi ulang kapiler lebih besar dari 2 detik, yaitu menurunnya gerakan, pucat, shortening atau rotasi dari ekstremitas, ketidakmampuan untuk menanggung berat badan saat ekstremitas bawah terlibat, terbatas atau penurunan fungsi dengan keterlibatan ekstremitas atas, dan otot kejang.


7). Intervensi Awal:
- Pastikan ABC
- Menilai status neurovaskular anggota badan yang terlibat
- Tinggikan anggota badan yang terlibat
- Terapkan kompresi perban kecuali bagian dislokasi
- kompres es pada daerah yang terkena
- Ekstremitas immobilise terpengaruh oleh posisi. Jangan mencoba untuk masukkan kembali tulang menonjol
- Antisipasi x-rays dari cedera ekstremitas
- Berikan analgesik seperlunya
- Administer dan profilaksis tetanus difteri jika melanggar integritas kulit atau fraktur terbuka
- Mengadministrasikan profilaksis antibiotik untuk fraktur terbuka, kerusakan jaringan yang besar, atau cedera ekstremitas hancur.

Ongoing Monitoring:
- Monitor untuk perubahan status neurovaskular
- Menghilangkan berat peluru ketika lebih rendah ekstremitas yang terlibat
- Antisipasi kompartemen pemantauan tekanan jika perubahan status neurovaskular dan sindrom kompartemen dicurigai
- Pemantauan pasien untuk tanda-tanda infeksi / sepsis
Sebuah metode baru yang memungkinkan pengobatan luka dan cedera jaringan lunak adalah melalui faktor pertumbuhan platelet (PGF).


2.     DISLOCATION AND SUBLUXATION 
1)    Pengertian 
Dislokasi dan subluxations paling sering terjadi di usia 18-41 tahun. Dislokasi adalah pemisahan kontak antara dua tulang sendi, sedangkan subluksasi adalah pemisahan parsial (atau dislokasi) dari tulang sendi.
(Lemone and Burke, 1996)

Dislokasi adalah cedera parah pada struktur ligamen yang mengelilingi sendi. Dislokasi adalah hasil dalam perpindahan lengkap atau pemisahan dari permukaan artikular sendi. Sedangkan subluksasi adalah pemindahan sebagian atau tidak lengkap dari permukaan sendi.
(Lewis, 2007)

Dislokasi dan subluxations merupakan luka yang disebabkan oleh kekuatan deformasi akut pada ligamen atau tendon akibat dari jatuh, pukulan, atau kontraksi otot yang kuat.
(Black,dkk. 2005)

Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi).
(Brunner & Suddarth)


2)    Klasifikasi
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a.     Dislokasi congenital :
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.

b.     Dislokasi patologik :
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.

c.      Dislokasi traumatic :
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.


Berdasarkan tipe kliniknya dibagi :
a.     Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan pembengkakan di sekitar sendi.

b.     Dislokasi Kronik

c.      Dislokasi Berulang
Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint. Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.


3)    Etiologi
a.     Cedera olah raga
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.

b.     Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.

c.      Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin.

d.      Patologis : terjadinya ‘tear’ligament dan kapsul articuler yang merupakan
kompenen vital penghubung tulang.
         

4)    Manifestasi Klinis 
Manifestasi klinis yang paling jelas dari dislokasi adalah deformitas. Sebagai contoh, jika pinggul mengalami dislokasi, sering ditemukan eksternal diputar di sisi yang terkena. Manifestasi tambahan termasuk rasa sakit lokal, nyeri, hilangnya fungsi bagian yang cedera, dan pembengkakan jaringan lunak di daerah sendi.
  
5)    Komplikasi dari Cedera Dislokasi 
Komplikasi utama dari cedera dislokasi sendi sendi terbuka, patah tulang intraarticular, dislokasi fraktur, avaskular nekrosis (kematian sel tulang akibat dari suplai darah tidak memadai), dan kerusakan jaringan neurovaskular yang berdekatan.
X-ray dilakukan untuk menentukan tingkat perpindahan dari struktur sendi. Yang terlibat juga dapat disedot untuk menentukan adanya sel hemarthrosis atau lemak. Sel lemak di aspirate menunjukkan kemungkinan adanya fraktur intraarticular.


6). Penatalaksanaan
a.     Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi jika dislokasi berat.

b.     Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga sendi.

c.      Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar tetap dalam posisi stabil.

d.     Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4X sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi.

e.      Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.


7). Konsep Asuhan Keperawatan 
Asuhan keperawatan pada klien dengan dislokasi atau subluksasi bersifat holistik dan individual. Perawat menganalisa data mulai dari penyebab dari cedera, jenis dislokasi, dan umur klien. Perawatan diagnosa fokus pada menghilangkan rasa sakit dan mencegah komplikasi.

Dislokasi membutuhkan perhatian segera. Sendi yang tetap unreduced, semakin besar kemungkinan terjadinya nekrosis avaskular. Sindrom Kompartemen juga mungkin terjadi setelah dislokasi dan berhubungan dengan cedera vaskular signifikan. Sendi pinggul sangat rentan terhadap nekrosis avaskular. Tujuan pertama dari manajemen adalah untuk meluruskan kembali bagian dislokasi sendi pada posisi semula anatomis nya. Hal ini dapat dicapai dengan pengurangan tertutup, yang dapat dilakukan dengan anestesi lokal atau umum atau intravena (IV) sedasi sadar. Anestesi seringkali diperlukan untuk menghasilkan relaksasi otot sehingga tulang dapat dimanipulasi. Dalam beberapa situasi, pengurangan bedah terbuka mungkin diperlukan. Setelah reduksi, ekstremitas biasanya bergerak dengan bracing, belat, merekam, atau menggunakan sling untuk memungkinkan ligamen sobek.
1.     Pengkajian
a.     Identitas dan keluhan utama
b.     Riwayat penyakit lalu
c.      Riwayat penyakit sekarang
d.     Riwayat masa pertumbuhan
e.      Pemeriksaan fisik terutama masalah persendian : nyeri, deformitas, fungsiolesa misalnya: bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi anterior bahu.

2.     Diagnosa Keperawatan
a.     Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan discontinuitas jaringan.
b.     Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat mobilisasi
c.      Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit.
d.     Gangguan bodi image berhubungan dengan deformitas dan perubahan bentuk tubuh.

3.     Intervensi
a.     Dx 1
1)    Kaji skala nyeri
2)     Berikan posisi relaks pada pasien
3)    Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
4)    Kolaborasi pemberian analgesic

b.     Dx 2
1)    Kaji tingkat mobilisasi pasien
2)    Berikan latihan ROM
3)    Anjurkan penggunaan alat Bantu jika diperlukan

c.      Dx. 3
1)    Bantu Px mengungkapkan rasa cemas atau takutnya
2)    Kaji pengetahuan Px tentangh prosedur yang akan dijalaninya.
3)    Berikan informasi yang benar tentang prosedur yang akan dijalani pasien

d.     Dx 4
1)    Kaji konsep diri pasien
2)    Kembangkan BHSP dengan pasien
3)    Bantu pasien mengungkapkan masalahnya
4)    Bantu pasien mengatasi masalahnya.


4.     Risk For Injury 
Klien dengan dislokasi memerlukan penilaian untuk memastikan bahwa kompromi neurovaskular tidak berkembang.

intervensi Keperawatan dengan alasan-alasan berikut:
- Menilai sakit, pucat, kelumpuhan, dan paresthesia. Setiap kelainan harus dilaporkan kepada physian tersebut.
- Menjaga imobilisasi. Imobilisasi mencegah terjadinya cacat.


5.     Client and Family Teaching
Ajarkan klien dan keluarga tujuan obat dan immobilisasi. Jelaskan bahwa mempertahankan keselarasan dan istirahat ekstremitas dapat mempercepat penyembuhan.


6.     Care Of The Older Client 
Banyak klien yang lebih tua mengalami masalah yang berkaitan dengan dislokasi sendi. Misalnya Arthritis, arthritis adalah penyebab umum masalah mobilitas pada orang dewasa yang lebih tua. Klien dapat mengambil sikap yang meredakan rasa sakit dengan mengurangi berat yang ditanggung oleh sendi rematik. Postur diubah ketika mengalami dislokasi sendi, hal ini dapat mengancam ambulation klien.
Pengaruh narkotika bertahan lebih lama pada orang tua karena fungsi hepar menurun dan fungsi ginjal. Dosis harus meningkat secara bertahap. Jika klien menerima obat lain, perawat harus memeriksa setiap obat untuk interaksi obat dan efek samping dari obat tersebut.

3.      

REPETITIVE STRAIN INJURY (RSI)
RSI adalah gangguan traumatis kumulatif yang dihasilkan dari gerakan berkepanjangan, kuat, atau canggung. RSI juga merupakan gangguan trauma berulang-ulang, cedera muskuloskeletal nontraumatic, sindrom berlebihan, gangguan muskuloskeletal, , dan nintendinitis (akibat dari bermain game nintendo).
Gerakan berulang akibat ketegangan tendon, ligamen, dan otot, menyebabkan air mata kecil yang menjadi meradang. Jika jaringan tidak diberi waktu untuk disembuhkan secara benar, jaringan parut dapat terjadi. Pembuluh darah pada lengan dan tangan bisa menjadi terbatas, jaringan merampas nutrisi vital dan menyebabkan akumulasi asam laktat. Tanpa intervensi, tendon dan otot dapat memburuk dan saraf bisa menjadi hipersensitif, dan bahkan gerakan sedikit dapat menyebabkan rasa sakit.
 

Selain gerakan berulang, faktor lain yang terkait dengan RSI meliputi postur tubuh yang buruk dan positioning, keyboard yang didesain dengan buruk, dan mengangkat beban kerja yang terlalu berat secara berulang-ulang tanpa istirahat yang cukup. Akibatnya dapat terjadi peradangan, pembengkakan, dan nyeri pada otot, tendon, dan saraf leher, tulang belakang, bahu, lengan bawah, dan tangan.
 
Gejala RSI termasuk rasa sakit, kelemahan, rasa, atau gangguan fungsi motorik. Orang yang beresiko terpengaruh oleh RSI meliputi musisi, penari, tukang daging, juru tulis, pekerja alat getaran, dan mereka yang sering menggunakan mouse dan keyboard komputer.

4.      
CARPAL TUNNEL SYNDROME (CTS)
CTS adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh kompresi pada saraf median, yang masuk ke tangan melalui batas-batas sempit terowongan karpal. Terowongan carpal dibentuk oleh ligamen dan tulang.
 
CTS adalah neuropati kompresi paling umum di ekstremitas atas. Kondisi ini sering disebabkan oleh tekanan dari trauma atau edema yang disebabkan oleh peradangan tendon (tenosinovitis), neoplasma, rheumatoid arthritis, atau massa jaringan lunak seperti ganglia.


Tanda dan Gejala CTS
Synptoms dari CTS sering terlihat selama periode pramenstruasi, kehamilan, dan menopause, akibat dari hormon terlibat. Orang dengan diabetes melitus dan hipotiroidisme juga memiliki insiden gejala yang lebih tinggi.
Sindrom ini dikaitkan dengan hobi atau occuopations yang memerlukan gerakan pergelangan tangan terus-menerus (tukang daging, penjahit, musisi, pelukis, tukang kayu, operator komputer). Wanita lebih sering dibandingkan laki-laki untuk mengembangkan CTS, karena carpal tunnel pada wanita lebih kecil dibandingkan laki-laki.


Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari CTS adalah kelemahan (khususnya jempol), nyeri terbakar (causalagia) dan mati rasa, atau sensasi gangguan dalam distribusi saraf median, baal dan kesemutan.

5.      

ROTATOR CUFF INJURY 
Rotator cuff injury dari empat otot bahu terdiri dari: supraspinatus, infraspinatus, teres minor, dan otot subscapularis. Otot ini bertindak untuk menstabilkan kepala humerus di fosa glenoid dibantu dengan ROM sendi bahu dan rotasi humerus.
Air mata di rotator cuff injury dapat terjadi sebagai proses degeneratif akibat penuaan, stres yang berulang (gerakan lengan khususnya overhead), atau cedera bahu saat jatuh. Dalam olahraga, gerakan overhead berulang, seperti di kolam, olahraga raket (tenis, badminton), dan baseball (terutama pitching), sering melakukan kegiatan yang dapat mengalami cedera.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari rotator cuff injury yaitu  kelemahan bahu, nyeri, dan ROM menurun. Pasien dengan peradangan sobek atau ebagian dapat diobati secara konservatif dengan istirahat, kompres es dan panas, NSAID, suntikan kortikosteroid ke dalam sendi, dan terapi fisik.

6.      

MENISCUS INJURY
Meniscus injury adalah potongan berbentuk bulan sabit fibrocartilage di lutut. Menisci juga merupakan garis sendi. Cedera Meniskus yang terkait erat dengan keseleo ligamen sering terjadi pada atlet yang terlibat dalam olahraga seperti basket, sepak bola, dan Hockney. Kegiatan ini menghasilkan tegangan rotasi ketika lutut dan kaki fleksi. Pukulan untuk lutut dapat menyebabkan meniskus menjadi terfragmentasi antara kondilus femoralis dan dataran tinggi tibialis, menghasilkan meniskus robek. Orang yang bekerja dalam pekerjaan yang memerlukan berjongkok atau berlutut mungkin menghadapi risiko tinggi untuk cedera meniskus.



7.     BURSITIS
Bursae ditutup kantung yang dilapisi dengan membran cairan sendi dan mengandung sejumlah kecil cairan sinovial. Bursitis diantara tendon dan tulang dan dekat sendi. Bursitis (radang bursa) adalah hasil dari trauma berulang atau berlebihan atau gesekan, encok, rematik, atau infeksi.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis utama dari bursitis adalah rasa sakit, bengkak, dan ROM terbatas di bagian yang terkena. Bursitis umumnya terjadi didaerah tangan, lutut, bahu, pinggul, dan siku. Mekanika tubuh yang tidak benar, berlutut berulang (karpet lapisan, penambang batubara, dan tukang kebun), jogging di sepatu usang, dan lama duduk dengan kaki disilangkan merupakan faktor pengendapan umum dari cedera.



8.     MUSCLE SPASMS
Kejang otot lokal/muscle spasms sering dikaitkan dengan olahraga dan kegiatan sehari-hari yang berlebihan yang merupakan cedera pada otot hasil peradangan dan edema, yang mengganggu ujung saraf, mengakibatkan kejang otot. Kejang menghasilkan nyeri tambahan, menciptakan siklus berulang.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis kejang otot/muscle spasms yaitu nyeri, tegang, ROM berkurang, dan pembatasan kegiatan sehari-hari atau pekerjaan.
Pemeriksaan fisik harus dilakukan untuk mengatasi masalah pada sistem saraf pusat (SSP). Kejang otot dapat ditangani dengan terapi obat, terapi fisik, atau keduanya.




 DAFTAR PUSTAKA

Joyce M.Black,dkk. 2005. Medical Surgical Nursing: Clinical Management For Positif
Outcomes. Volume 1. St/Louis: Elsevier Inc.

Lewis, Heitkemper,dkk. 2007. Medical Surgical Nursing: Assessment and Management Of
Clinical Problems. Volume 2. St. Louis: Mosby Elsevier.

Lemone and Burke. 1996. Medical Surgical Nursing: Critical Thinking in Client Care.
Volume 2. Addison-Wesley.




created by: INDAH

Tidak ada komentar: