I. GANGGUAN USUS INFLAMASI AKUT
Gangguan usus inflamasi akut biasanya disebabkan oleh infeksi akibat bakteri, virus, atau jamur. Dapat menyebabkan apendisitis dan diverticulitis. Dua penyakit ini dapat menimbulkan peritonitis dan proses inflamasi yang juga di akibatkan karena bedah abdomen.
1. APENDISITIS
A. Fisiologis
Apendiks adalah ujung seperti jari-jari kecil yang panjangnya kurang lebih 10 cm (4inci) yang melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Pengosongan apendiks tidak efektif dan lumennya kecil sehingga apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi (apendiksitis).
B. Patofisiologis
Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat, kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feses), tumor, atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas, atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi di kuadran kanan bawah. Akhirnya apendiks yang terinflamais berisi pus.
C. Manifestasi Klinis
Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah, dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik McBurney bila di lakukan tekanan. Nyeri tekan lepas (hasil atau intensifikasi dari nyeri bila tekanan dilepaskan) mungkin di jumpai. Derajat nyeri tekan spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar di belakang sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbar. Nyeri pada defekasi menunjukan ujung apendiks berada dekat rectum, nyeri pada saat berkemih menunjukan bahwa ujung apendiks dekat pada kandung kemih / ureter.Tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri dan nyeri terasa di kuadran kanan bawah. Apendiks telah rupture menyebabkan nyeri jadi lebih menyebar, distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik kemudian kondisi pasien memburuk.
D. Evaluasi Diagnostik
Diagnosa di dasarkan pada pemeriksaan fisik lengkap dan tes laboratorium serta sinar X. tinggal darah putih di ketahui dengan cara menghitung darah lengkap. Jumlah leukosit mungkin lebih besar dari 10.000/mm3, densitas kuadran kanan bawah atau kadar aliran udara terlokalisasi di lakukan dengan pemeriksaan ultrasound.
E. Penatalaksanaan
Pembedahan di lakukan bila diagnosa apendisitis telah di tegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan di lakukan. Analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendektomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan untuk menurunkan resiko perforasi. Apendektomi dapat dilakukan di bawah anestesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan leparoskopi.
F. Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks, yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,7 derajat celcius atau lebih. Gejala toksik, nyeri, atau nyeri tekan abdomen yang berkelanjutan.
G. Intervensi Keperawatan
Tujuan keperawatan mencakup kehilangan nyeri, mencegah kekurangan volume cairan, mengurangi ansietas, menghilangkan infeksi karena potensial atau gangguan aktual saluran gastrointestinal, mempertahankan integritas kulit dan mendapatkan nutrisi yang optimum.
· Pada praoperatif : perawat menyiapkan pesien untuk pembedahan. Infus intravena untuk meningkatkan fungsi ginjal adekuat dan menggantikan cairan yang hilang. Aspirin untuk mengurangi peningkatan suhu. Terapi antibiotik untuk mencegah infeksi.
· Pada pascaoperatif : pasien ditempatkan pada posisi semifowler untuk mengurangi nyeri. Opoid, biasanya sulfat morfin untuk menghilangkan nyeri. Cairan per oral diberikan apabila pasien dapat mentoleransi. Pasien dehidrasi sebelum pembedahan berikan cairan intravena.
2. DIVERTIKULITIS
A. Fisiologis
Divertikulosis merupakan divertikula multiple yang terjadi tanpa inflamasi atau gejala. Divertikulitis terjadi bila makanan dan bakteri tertahan di suatu divertikulum yang terinfeksi dan terinflamasi yang dapat membentuk drainase dan akhirnya menimbulkan perforasi atau pembentukan abses.
B. Patofisiologi
Divertikulum terbentuk bila mukosa dan lapisan submukosa kolon mengalami herniasi sepanjang dinding muskuler otot akibat tekanan intraluminal yang tinggi, volume kolon yang rendah (kurang mengandung serat), dan penurunan kekuatan otot dan dinding kolon (hypertrofi muskuler akibat massa fekal yang mengeras). Divertikulum menjadi tersumbat dan kemudian terinflamasi bila obstruksi terus berlanjut. Inflamasi menyebar ke dinding usus menyebabkan timbul kepekaan dn spastisitas kolon. Abses dapat menimbulkan peritonitis, erosi pembuluh darah (arterial) dapat menimbulkan perdarahan.
C. Manifestasi Klinis
Konstipasi sering mendahului terjadinya divertikulasis sampai beberapa tahun. Tanda-tanda divertikulasi akut adalah irregularitas usus dan interval diare, nyeri dangkal dan kram pada kuadran kiri bawah dari abdomen, dan demam ringan dapat terjadi juga mual muntah. Pada inflamasi local divertikula berulang, usus besar menyempit pada stiptur fibrotic, menimbulkan kram, feses berukuran kecil-kecil dan peningkatan konstipasi.
D. Penatalaksanaan
Usus diistirahatkan dengan menunda asupan oral, memberikan cairan IV, dan melakukan pengisapan nasogastrik bila ada muntah atau distensi. Antibiotik spectrum luas diberikan selama 7-10 hari. Pemeridin diberikan untuk menghilangkan nyeri. Asupan oral ditingkatkan bila gejala berkurang. Diit rendah di lakukan sampai infeksi berkurang.
E. Komplikasi
Komplikasi diverkulitis mencakup peritonitis, pembentukan abses dan perdarahan. Apabila terbentuk abses, nyeri tekan, massa dapat di raba, demam, dan leukositosis. Divertikulum inflamasi yang mengalami perforasi mengakibatkan nyeri abdomen yang terlokalisasi diatas segmen yang sakit.
F. PROSES KEPERAWATAN PASIEN DIVERTIKULITIS
1. Pengkajian
Pasien ditanya tentang awitan dan durasi nyeri serta pola eliminasi saat ini dan masa lalu.kebiasaan diet dikaji ulang untuk menentukan asupan serat. Pasien harus ditanyakan tentang mengejan saat defekasi, adanya konstipasi dengan periode, tenesmus, kembung abdomen distensi. Pengkajian objektif mencakup auskultasi adanya bising usus dan karakternya. Palpasi nyeri kuadran kiri bawah, nyeri tekan, atau massa padat. Feses diinspeksi untuk adanya pus, mucus, atau darah. Suhu, nadi dan tekanan darah dipantau untuk variasi abnormal.
2. Diagnosa Keperawatan
· Konstipasi berhubungan dengan penyempitan kolon, skunder akibat penebalan segmen otot dan striktur.
· Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan infeksi.
· Perubahan perfusi jaringan gastrointestinal berhubungan dengan proses infeksi.
3. Perencanaan dan Implementasi
Tujuan utama mencakup mendapatkan dan mempertahankan eliminasi normal, penurunan nyeri, perbaikan perfusi jaringan gastrointestinal, dan tidak ada komplikasi.
4. Intervensi kaperawatan
· Mempertahankan pola eliminasi normal. Asupan cairan 2 liter sehari sangat diajurkan. Makanan yang lembut dan berserat tinggi dianjurkan untuk meningkatkan bulk feses dan mempermudah peristaltic. Program latihan individual untuk memperbaiki tonus otot abdomen.
· Menghilangkan nyeri. Analgesik di berikan untuk nyeri, preparat antiplasmodik diberikan sesuai program untuk menurunkan spasma usus. Intensitas, durasi, dan lokasi nyeri dicatat.
· Memperbaiki perfusi jaringan gastrointestinal. Tanda-tanda vital dan pengeluaran urin dipantau terhadap adanya bukti penururnan perfusi jaringan. Cairan IV untuk menggantikan kehilangan volume.
· Memantau dan mengatasi komplikasi potensial. Untuk mencegah komplikasi dengan mengidentifikasi individu beresiko dan mengatasi gejala sesuai kebutuhan.
5. Evaluasi
Hasil yang diharapkan:
· Mendapatkan pola eliminasi normal
· Nyeri berkurang
· Mencapai perfusi jaringan gastrointestinal normal
· Tidak mengalami komplikasi
3. PERITONITIS
A. Fisiologis
Peritonitis adalah inflamasi peritonium. Biasanya akibat dari infeksi bakteri. Peritonitis dapat juga akibat dari sumber eksternal seperto cedera atau trauma atau oleh inflamasi yang luas yang berasal dari organ diluar area peritoneum seperti ginjal.
B. Patofisiologis
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi dari organ abdomen kedalam rongga abdomen biasanya sebagai akibat dari inflamasi, inversi, iskemia, trauma, atau perforasi tumor. Terjadi edema jaringan dapat menyebabkan eksudasi cairan dalam waktu singkat. Cairan dalam rongga peritoneal menjadi keruh dengan peningkatan jumlah protein, sel darah putih, debris seluler, dan darah.
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis awal dari peritonitis adalah gejala dari gangguan yang menyebabkan kondisi ini. Pada awalnya nyeri menyebar dan sangat terasa. Nyeri cenderung menjadi konstan, terlokalisasi, lebih terasa di dekat sisi inflamasi dan biasanya diperberat oleh gerakan. Area yang sakit dari abdomen menjadi sangat nyeri apabila dtekan dan otot menjadi kaku. Biasanya terjaid mual dan mutah serta penurunan peristaltic.
D. Penatalaksanaan
Penggantian cairan, dan elektrolit adalah focus utama dari penatalaksanaan medis. Beberapa liter larutan isotonic diberikan. Analgesic diberikan untuk mengatasi nyeri, antiemetic diberikan untuk mengatasi mual dan muntah. Terapi oksigen dengan kanul nasal atau masker akan meningkatkan oksigenasi secara adekuat.
E. Komplikasi
Inflamasi tidak lokal dan seluruh rongga abdomen menjadi terkena pada sepsis umum. Sepsis adalah penyebab umum dari kematian pada peritonitis. Syok dapat diakibatkan dari septicemia atau hipovolemia. Proses inflamasi dapat menyebabkan obstruksi usus. Dua komplikasi pascaopertif paling umum adalah eviserasi luka dan pembentukan abses. Luka tiba-tiba mengeluarkan drainase serosanguinosa menunjukan danya dehisens luka.
F. Intervensi Keperawatan
Pengkajian nyeri secara terus menerus, tanda-tanda vital, fungsi gastrointestinal, dan keseimbangan cairan dan elektrolit adalah penting. Pemberian obat analgesic menempatkan pasien pada posisi nyaman membantu menurunkan nyeri. Pasien ditempatkan pada posisis nyeri dengan lutut fleksi dapat menurunkan tegangan pada rongga abdomen. Pencatatan akurat tentang semua asupan dan haluaran serta tekanan sentral membantu dalam menghitung penggantian cairan. Drain sering dipasang selama prosedur pembedahan dan pada pascaoperatif, tugas perawat mengobservasi dan mencatat karakter drainase.
II. PENYAKIT USUS INFLAMASI KRONIS
Istilah penyakit usus inflamasi (PUI) digunakan untuk menentukan dua gangguan gastroibtestinal inflamasi usus yang terdiri dari enteritis regional (penyakit Crohn atau kolitis granulomatosus) dan colitis ulseratif. Keyakinan sekarang adalah enteritis regional dan kolitis ulseratif adalah satuan yang terpisah dengan etiologi serupa. Keduanya dikarakteristikkan dengan eksaserbasi dan remisi. Kedua penyakit telah dihubungkan dengan abnormalitas kromosom spesifik. Masing-masing penyakit dapat dicetuskan oleh lingkungan seperti pestisida, aditif makanan, tembakau, dan radiasi. Melalui penelitian yang menunjukan abnormalitas dalam imunitas seluler dan humoral pada orang gangguan ini dapat dipengaruhi oleh immunologi. Antibodi limfositotoksik telah ditemukan pada pasien dengan penyakit usus inflamasi. Penelitian terbaru (Gitnick,1992) menunjukan mikrobakterium sebagai agents penyebab penyakit ini. Faktor psikologis mempengaruhi pasien dengan kolitis ulseratif yang terlihat pada sikapnya ergantung pada orang lain atau perfeksionis pasif, dan cemas pada ketenangan. Perilaku koping sering tidak tepat dan tidak dapat mencakup menarik diri, menyangkal dan represi.
1. ENTERITIS REGIONAL (PENYAKIT CROHN)
A. Patofisiologis
Enteritis regional umumnya terjadi pada remaja atau dewasa muda, tapi dapat terjadi kapan saja selama hidup. Meskipun ini dapatt terjadi dimana saja di sepanjang saluran gastrointestinal, area paling umum yang sering terkena adalah ileum distal dan kolon. Enteritis regional adalah inflamasi kronis dan subakut yang meluas ke seluruh lapisan dinding usus dari mukosa usus yang disebut transmural. Pembentukan fistula, fisura, dan abses terjadi sesuai luasnya inflamasi kedalam peritoneum. Lesi (ulkus) tidak ada kontak terus menerus satu sama lain dengan diposahkan oleh jaringan normal. Granuloma terjadi pada setengah kasus. Pada kasus lanjut mukosa usus mempunyai penampilan “coblestome”. Dengan berlanjutnya penyakit, dinding usus menebal dan menjadi fibrotik, dan lumen usus menyempit.
B. Manifestasi Klinis
Pada enteritis regional, awitan gejala biasanya tersembunyi, dengan nyeri abdomen menetap dan diare yang tidak hilang dengan defekasi. Jaringan perut dan pembentuk granuloma mempengaruhi kemampuan usus untuk mentranspor produk dari pencernaan usus atas melalui lumen terkonstriksi, mengakibatkan nyeri abdomen berupa kram. Karena peristaltik usus dirangsang oleh makanan sehingga kebutuhan nutrisi normal tidak terpenuhi. Akibatnya penururnan berat badan, malnutrisi, dan anemia seluler. Pembentukan ulkus dilapisan membrane usus dan di tempat terjadinya inflamasi akan menghasilkan rabas pengiritasi konstan yang dialirkan ke kolon dari usus yang tipis, bengkak, yang menyebabkan diare kronis. Usus yang terinflamasi dapat mengalami perforasi dan membentuk abses anal dan intra-abdomen. Terjadi demam dan leukositosis. Abses, fistula, dan fisura sering terjadi. Gejala meluas keseluruh saluran gastrointestinal dan umumnya mencakup masalah sendi (arthritis), lesi kulit (erithema nodosum) , gangguan okuler (konjungtivitis), dan ulkus oral.
C. Evaluasi Diagnostik
Alat diagnostic saling menentukan untuk enteritis regional adalah pemeriksaan barium dari saluran gastrointestinal atas yang menunjukan “tanda-tanda garis” klasik pada sinar X dari ileum terminalis, menunjukkan konstriksi segmen usus. Enema barium juga dapat menunjukan adanya ulserasi dan coblestom serta adanya fisura dan fistula. Pemeriksaan proktosigmoidoskopi biasanya dilakukan diawal untuk menentukan apakah area rektosigmoid terinflamasi. Pemeriksaan feses dilakukan dan mungkin positif untuk darah samar dan steatorea (kelebihan lemak dalam feses). Hitung darah lengkap untuk mengkaji hematokrit dan kadar hemoglobin (biasanya menurun) dan sel darah putih (mungkin meningkat).
2. KOLITIS ULSERATIF
A. Patofisiologis
Kolitis ulseratif adalah penyakit ulseratif dan inflamasi berulang dari lapisan mukosa kolon dan rectum. Kolitis ulseratif adalah penyakit serius, disertai dengan komplikasi sistemik dan angka mortalitas yang tinggi. Kolitis ulseratif mempengaruhi mukosa superficial kolon dan dikarakteristikkan adanya ulserasi multipel, inflamais menyebar dan deskumasi atau pengelupasan epithelium kolonik. Perdarahan terjadi sebagai akibat dari ulserasi. Lesi berlanjut yang terjadi satu secara bergiliran, satu lesi diikuti oleh lesi yang lainnya. Proses penyakit mulai dari rectum dan akhirnya dapat mengenai seluruh kolon lalu usus menyempit, memendek, dan menebal akibat hypertrofi muscular dan deposit lemak.
B. Manifestasi Klinis
Gejala utama dari colitis ulseratif adalah diare, nyeri abdomen, tenesmus intermitten, dan perdarahan kekal. Perdarahan dapat ringan atau berat. Terjadi juga anoreksia, kram serta adanya dorongan untuk defekasi. Pasien mengeluarkan feses cair 10-20 kali sehari. Hypokalsemia dan anemia sering terjadi. Nyri lepas dapat terjadi pada kuadran kanan bawah. Gejala lain yaitu lesi kulit (erytoma nodosum), lesi mata (uveitis), abnormalitas sendi (arthritis), dan penyakit hati.
C. Evaluasi Diagnostik
Pada diagnosa colitis ulseratif kronis, pemeriksaan feses dilakukan untuk membedakan disentri yang disebabkan oleh organisme usus umum, khususnya entamoeba histolytica. Feses positif terhadap darah. Hematokrit dan hemoglobin rendah, peningkatan hitung darah lengkap, albumin rendah, dan ketidakseimbangan elektrolit. Sigmoidoskopi dan enema barium dapat membedakan kondisi ini dari penyakit kolon yang lain dengan gejala yang serupa.
PENATALAKSANAAN MEDIS PADA GANGGUAN USUS INFLAMASI KRONIS
Tindakan medis enteritis regional maupun colitis ulseratif ditunjukkan untuk mengurangi inflamasi, menekan respon imun dan mengistirahatkan usus yang sakit, sehingga penyembuhan dapat terjadi.
· Masukan diet dan cairan. Cairan oral, diet rendah residu-tinggi, protein-tinggi kalori, dan terapi suplemen vitamin dan pengganti besi diberikan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Ketidakseimbangan nutrisi dan elektrolit yang dihubungkan dengan dehidrasi akibat diare diatasi dengan terapi intravena sesuai kebutuhan. Hindari makanan yang mengeksaserbasi diare. Susu menimbulkan diare pada individu yang intoleran terhadap lactose. Hindari merokok dan makanan dingin yang dapat meningkatkan motilitas usus.
· Terapi obat-obatan. Obat-obatan sedatf dan antidiare atau antiperistaltik digunakan untuk mengurangi peristaltic sampai minimum untuk mengistirahatkan usus yang terinflamasi. Sulfonamida seperti sulfasalazin atau sulfisoxazol afektif untuk menangani inflamasi ringan atau sedang. Antibiotic untuk infeksi sekunder. Azulfidin membantu dalam mencegah kekambuhan. Hormone adrenokortikotropik parenteral (ACTH) dan kortikosteroid efektif dalam pengobatan penyakit usus inflamasi akut.
· Psikoterapi ditujukan untuk menentyukan factor yang menyebabkan stress pada pasien.
· Komplikasi enertitis regional mencakup obstruksi usus atau prmbentukan striktur, penyakit perianal, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dan pembentukan vistula atau abses. Komplikasi dari colitis ulseratif mencakup perforasi dan perdarahan akibat dari ulserasi, pembesaran vaskuler, dan jaringan granulasi veskuler sangat luas.
PROSES KEPERAWATAN PENYAKIT USUS INFLAMASI KRONIS
1. Pengkajian
Riwayat kesehatan di ambil untuk mengidentifikasi awitan, durasi, dan karakteristik nyeri abdomen. Ditandai dengan adanya diare atau dorongan fekal, mengejan pada saat defekasi (tenesmus), mual, anoreksia, penurunan berat badan, dan riwayat keluarga tentang penyakit usus inflamasi. Pola diit yang didiskusikan mencakup jumlah alcohol, kafein, dan nikotin. Pengkajian pola eliminasi usus mencakup karakter, frekuensi, adanya darah, pus, lemak, atau mucus. Pengkajian objektif mencakup auskultasi abdomen terhadap bising usus dan karakteristiknya, palpasi abdomen terhadap distensi, nyeri tekan atau nyeri, dan inspeksi kulit terhadap adanya saluran fistula atau gejala dehidrasi. Pada enteritis regional nyeri biasanya terlokalisasi padab kuadran kanan bawah dimana bising usus hyperaktif dapat di dengar karena borborigimus (bising usus gemuruh yang diisebabkan oleh pasase gas melewati usus) dan peningkatan peristaltic. Gejala paling utama adalah nyeri intermitten yang terjadi pada diare tapi tidak hilang setelah defekasi. Ileum terminalis di tandai dengan nyeri pada daerah periumbilikal. Pada colitis ulseratif abdomen mungkin distensi dan nyeri lepas mungkin ada. Perdarahan rectal adalah tanda dominan.
2. Diagnosa
· Diare berhubungan dengan proses inflamasi.
· Nyeri abdomen berhubungan dengan peningkatan peristaltic dan inflamasi.
· Kurang volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan anoreksia, mual, dan diare.
· Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembatasan diet, mual, dan malabsorpsi.
· Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keletihan.
· Inansietas berhubungan dengan rencana pembedahan.
· Koping individu tidak efektif berhubungan dengan episode diare berulang.
· Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan malnutrisi dan diare.
· Kurang pengetahuan mengenai proses dan penatalaksanaan penyakit.
3. Perencanaan dan implementasi
Tujuan utama mencakup mendapatkan eliminasi usus normal, hilangnya nyeri abdomen, dan kram, mencegah kekurangan volume cairan, mepertahankan nutrisi dan berat badan optimal, menghindari keletihan, penurunan ansietas, koping efektif, mencegah kerusakan kulit, mendapatkan pengetahuan dan pemahaman tentang proses penyakit dan program terapeutik, dan tidak adanya komplikasi.
4. Intervensi
· Mempertahankan pola eliminasi normal.
· Menghilangkan nyeri.
· Mempertahankan masukan cairan.
· Tindakan nutrisional
· Meningkatkan istirahat.
· Mengurangi ansietas.
· Tindakan koping.
· Mencegah kerusakan kulit.
· Pendidikan pasien dan pertimbangan perawatan dirumah.
· Memantau dan mengatasi komplikasi potensial.
5. Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
· Melaporkan penurunan dalam frekuensi feses diare.
· Sedikit mengalami nyeri
· Mempertahankan keseimbangan volume cairan.
· Mendapatkan nutrisi optimal-mentoleransi pemberian makanan sedikit dan sering tanpa diare.
· Menghindari episode keletihan.
· Sedikit mengalami ansietas.
· Menghadapi diagnose dengan baik.
· Mempertahankan integritas kulit.
· Memperoleh makanan tentang proses penyakit.
· Tidak mengalami komplikasi
ABSES ANOREKTAL
Abses anorektal adalah hasil paling sering dari obstruksi duktus kelenjar di daerah anorektal oleh tinja. Menyebabkan infeksi yang menyebar ke jaringan yang berdekatan. Kebanyakan abses dimulai dengan cryptitis. Rektal sakit adalah gejala pertama. Mungkin tidak ada manifestasi klinis pada saat pertama, tapi terjadi pembengkakan, eritema, dan nyeri tekan saat palpasi dalam beberapa hari setelah onset nyeri. Klien dapat melaporkan riwayat diare sebelum terjadinya rasa sakit di bagian rektal. Jika abses sudah kronis, discharge, perdarahan, dan pruritus (gatal-gatal) mungkin akan timbul. Demam terjadi jika abses yang lebih besar timbul.
1. Manajemen Kolaboratif
Abses anorektal di tangani oleh bedah insisi dan drainase. Dokter sering menggunakan anestesi lokal untuk klien yang lebih luas absesnya. Antibiotik sistemik diberikan hanya untuk klien yang:
· Diabetes
· Prosthesis
· Selulitis
2. Intervensi keperawatan
Terfokus pada membantu klien untuk menjaga kenyamanan dan kebersihan perineum secara optimal. Perawat mendorong penggunaan Sitz mandi, analgesik, dan pelunak tinja selama periode perioperatif sampai periode penyembuhan. Perawat juga menekankan pentingnya menjaga kebersihan bagian perineum setelah buang air besar dan pemeliharaan pola usus yang teratur dengan diet serat tinggi.
CARA MENJAGA KEBERSIHAN PERINEUM :
• Jauhkan area perineum bersih dengan menggunakan sabun.
• Menyediakan siiz mandi hangat atau kompres hangat ke daerah perineum.
• Jika daerah ini benar-benar meradang, gunakan cold packs.
• Menyediakan bantal kursi yang lembut untuk duduk klien agar mencegah tekanan pada luka.
• Gunakan bantalan penyerap untuk drainase jika ada, dan ubah posisi klien sesering mungkin.
• Gunakan premoistened tisu untuk membersihkan daerah perineum setelah buang air besar.
• Gunakan lap witch hazel (misalnya, melipat) untuk mengurangi rasa sakit.
• Berikan agen pembentuk massa, seperti psyllium mucilloid (Metamucil), untuk mengurangi rasa sakit yang berhubungan dengan buang air besar.
• Oleskan krim anestesi topikal area perineum, seperti yang diperintahkan.
• Berikan analgesik lisan, seperti yang ditentukan, untuk menghilangkan rasa sakit.
• Jangan memberikan pencahar ampuh.
ANAL FISSURE
Anal fissure (sebuah "celah di anus") adalah borok yang panjang, lecet antara anus dan kulit perianal. Celah dapat primer atau sekunder, akut atau kronis. Celah yang idiopatik primer tidak diketahui penyebabnya. Celah sekunder dihubungkan dengan gangguan lain (misalnya, penyakit Crohn, TBC, atau leukemia) atau dengan trauma (misalnya, dari benda asing, melahirkan, atau perirectal pembedahan), sembelit, diare, atau spasme sfingter anus.
1. Manajemen Kolaboratif
Fisura anal akut dapat di tangani dengan terapi konservatif. Sakit selama dan setelah buang air besar adalah gejala yang paling umum. Pengelolaan fisura akut adalah nonsurgical, dengan intervensi aimec pada tingkat lokal, gejala nyeri dan pelunakan tinja untuk mengurangi trauma. Warm sitz bath dan analgesia yang direkomendasikan bersama dengan penggunaan agen produksi massal, seperti psyllium hidrofilik mucilloid (Metamucil), membantu mengurangi rasa sakit.
ANAL FISTULA
Anal fistula adalah keadaan abnormal antara saluran anal dengan kulit luar dubur. Kebanyakan anal fistula adalah hasil dari abses anorektal, dimana disebabkan oleh obstruksi kelenjar anal.
1. Manajemen Kolaboratif
Klien dengan penyakit anal fistula mengalami gatal-gatal pruritus (gatal), discharge purulent, dan sakit yang disebabkan di oleh gerakan usus. Dokter menggunakan proctoscope untuk mengidentifikasi sumber dari gejala dan lokasi fistula. Karena fistula tidak secara spontan, pembedahan sangat diperlukan Untuk melakukan fistulotomy, ahli bedah menginsisi jaringan yang melapisi saluran dan melakukan Kuret (mengerik) dari dasar fistula. Pada klien dengan fistula besar, teknik bedah khusus diperlukan. Pascaoperasi perawat memberitahukan klien tentang sitz baths, analgesik, dan penggunaan produksi massal-agen atau pelunak tinja untuk meminimalkan rasa sakit.
INFEKSI PARASIT
Parasit dapat masuk dan menyerang gastrointestinal (Gl) dan menyebabkan infeksi saluran yang mengarah ke berbagai tingkat penyakit. Parasit umumnya masuk melalui mulut dengan cara perantara fecal-oral , misalnya:
• Dari makanan atau air yang terkontaminasi
• Selama melakukan praktek seksual oral-anal.
• Kontak dengan tinja dari orang yang terkontaminasi
Perawat menjelaskan cara penularan dan cara-cara untuk menghindari penyebaran infeksi dan berulang kontak dengan organisme parasit. Klien diajarkan bahwa mereka dapat tertular infeksi dari orang lain. Perawat memerintahkan klien untuk:
• Hindari kontak dengan kotoran
• Jaga toilet agar tetap bersih
• Cucilah tangan dengan antimikroba sabun setelah buang air besar
• Jaga kebersihan pribadi
Klien juga disarankan untuk menghindari praktik-praktik seksual yang memungkinkan kontak dubur sampai terapi obat selesai. Perawat memberitahu klien bahwa semua perabotan rumah tangga juga harus bersih dari parasit. Jika pasokan air diduga sebagai sumber, sampel diperoleh dan dikirim untuk analisis. Beberapa infeksi yang umum di rumah tangga, sering sebagai akibat dari persediaan air yang terkontaminasi. Air sumur dan air dari daerah-daerah yang tidak memadai atau tidak ada peralatan filtrasi dapat menjadi sumber kontaminasi.
INFEKSI CACING
Cacing adalah binatang yang seperti parasit dan mampu menyebabkan penyakit menular pada manusia. Ada banyak jenis cacing yaitu:
• cacing gelang (nematoda)
• Flukes (trematodes)
• cacing pita (cestodes)
Cacing dapat menyebabkan berbagai derajat gejala GI pada manusia. Paling sering, mereka memasuki tubuh manusia melalui kulit atau melalui rute oral dengan menelan makanan, air, atau bahan lain yang terkontaminasi dengan cacing. Beberapa cacing mendapatkan akses ke tubuh manusia melalui serangga, seperti lalat dan nyamuk. Cacing yang ditularkan melalui serangga biasanya hidup pada daerah tropis.
CACING GELANG
Cacing gelang umumnya merupakan penyebab dari infeksi cacingan di Amerika Serikat dan di seluruh dunia. Infeksi ini meliputi enterobiasis, trichinosis, dan cacing tambang.
1. Enterobiasis
Enterobiasis ( infeksi keremi) disebabkan oleh Enterobius vermicularis dan merupakan infeksi obat cacing yang paling umum di Amerika Serikat. Cacing ini ditularkan melalui oral seperti makanan, minuman, atau fomites yang terkontaminasi. Perawatan pencegahan enterobiasis meliputi mencuci tangan setelah buang air besar dan sebelum makan untuk mencegah penyebaran cacing kepada orang lain. Terapi obat diindikasikan untuk semua klien dengan gejala dan beberapa klien yang terinfeksi tetapi tidak menunjukkan gejala. Klien yang terinfeksi dapat diobati dengan terapi obat bahkan jika mereka tidak menunjukkan gejala.Pyrantel pamoate (Antiminth, Combantrin) atau mebendazole (Vermox, Nemasole) diberikan secara oral dalam satu dosis, yang diulang di 2 dan 4 minggu, infeksi cacing kremi dapat disembuhkan.
2. Trichinosis
Trichinosis adalah penyakit cacing yang disebabkan oleh cacing gelang. Dalam kasusnya di Amerika telah menurun kurang dari 100 kasus setiap tahun, tetapi banyak kasus asimtomatik yang tidak terdiagnosis (Goldsmith, 1994). Trichinella spiralis hidup di intestinal manusia, babi, beruang, dan tikus, yang menyebabkan trichinosis. Ada tiga tahap penyakit:
• Tahap intestinal stage
• Tahap invasi otot
• Tahap pemulihan
Tahap usus sering ditandai dengan diare, kram, dan malaise. Selama tahap invasi otot, klien megalami:
· sakit otot
· periorbital dan wajah edema
· ketakutan dipotret
· konjungtivitis
· Demam
3. Cacing kait / cacing tambang
Cacing kait disebut juga cacing tambang. Mereka berbeda dari Trichinella,cacing tersebut masuk melalui kulit. Penyakit cacing tambang disebabkan oleh Ancylostoma baik duodenal atau Necator americanus. Cacing tambang menginfeksi hamper seperempat dari penduduk dunia, namun penyakit ini jarang terjadi di daerah-daerah di luar daerah tropis atau di daerah-daerah dengan hujan (Goldsmith, 1994b). Penularan terjadi ketika larva menembus kulit. Cacing dapat bermigrasi ke paru-paru melalui aliran darah dan masuk ke alveoli. Cacing tambang juga bisa masuk ke saluran gastrointestinal melalui makanan yang tercemar. Gejala awal penyakit cacing tambang adalah pruritic, eryihematous, peradangan pada kulit. Infeksi pada Gl mungkin tidak menghasilkan gejala, tapi dapat menyebabkan anoreksia, diare, dan ketidaknyamanan. Perdarahan dan anemia dapat terjadi ketika cacing mengisap darah pada saluran Gl . Jika terlalu banyak kehilangan darah, mungkin klien akan mengalami gejala anemia karena kekurangan zat besi, seperti pucat, rambut tipis , cacat kuku, dan sesak napas.
Diagnosis infeksi cacing tambang didasarkan dari ovum (telur) di tinja. Semua klien dengan gejala penyakit cacing tambang melakukan terapi besi dan diet tinggi protein dan vitamin selama 3 bulan setelah diketahui mengalami anemia. Pyrantel pamoate (Antiminth) atau mebendazole (vermox) diberikan untuk penyembuhan total.
FLUKES (TREMATODES)
Trematoda adalah cacing yang secara morfologi berbentuk pipih seperti daun. Pada umumnya cacing ini bersifat hermaprodit, kecuali genus Schistosoma. Pada dasarnya daur hidup trematoda ini melampui beberapa beberapa fase kehidupan dimana dalam fase tersebut memerlukan hospes intermedier untuk perkembangannya.
Menurut lokasi berparasitnya cacing trematoda dikelompokkan sbagai berikut:
1) Trematoda pembuluh darah: Schistosoma haematobium, S. mansoni, S. japonicum
2) Trematoda paru: Paragonimus westermani
3) Trematoda usus: Fasciolopsis buski, Echinostoma revolutum, E. ilocanum
4) Trematoda hati: Clonorchis sinensis, Fasciola hepatica, F. gigantica.
CACING PITA
Lima jenis cacing pita (cestodes) dapat menginfeksi manusia melalui ternak, ikan, anjing, babi, dan binatang pengerat. Umumnya infeksi cacing pita tidak menimbulkan gejala, tapi terkadang klien mengalami seperti mual, diare, atau sakit pada bagian perut.
Cacing pita menginfeksi klien dengan cara memakan daging sapi mentah, ikan mentah, air yang terkontaminasi atau tanpa sengaja menelan makanan yang terinfeksi dari kutu dari anjing. Orang dapat juga secara tidak sengaja menelan serangga seperti kecoak dalam makanan.
Cacing pita menginfeksi klien dengan cara memakan daging sapi mentah, ikan mentah, air yang terkontaminasi atau tanpa sengaja menelan makanan yang terinfeksi dari kutu dari anjing. Orang dapat juga secara tidak sengaja menelan serangga seperti kecoak dalam makanan.
Diagnosis cacing pita kutu dilakukan dengan cara pemeriksaan telur yang ditemukan di feses (feses tes untuk ovum dan parasit). Semua klien diajarkan untuk mencuci tangan setelah buang air besar dan sebelum makan. Klien harus menghindari memakan daging kurang matang, ikan, dan daging babi dan minum air yang mungkin terkontaminasi. Setelah bersentuhan dengan anjing, klien harus berhati-hati untuk menjaga mulut mereka tertutup dan mencuci tangan mereka. Semua makanan yang disimpan harus disimpan tertutup rapat untuk menghindari kontaminasi oleh kecoak dan serangga lain.
KERACUNAN MAKANAN
Keracunan makanan terjadi dimana seseorang terinfeksi organism yang ada di dalam makanan. Tidak seperti gastroenteritis, keracunan makanan tidak langsung menular dari orang ke orang, dan masa inkubasi yang lebih pendek. Seperti Gastroenteritis, menyebabkan diare, mual, dan muntah. Perawat dapat membedakan keracunan makanan dengan Gastroenteritis dengan cara memperoleh riwayat asupan makanan umum klien yang memiliki gejala umum diare akut, mual, dan muntah.
Tiga umum jenis keracunan makanan disebabkan oleh racun bakteri:
1. Infeksi stafilokokus
Staphylococcus yang ditemukan dalam daging dan produk susu dan dapat ditularkan oleh orang-orang yang membawa organism staphylococcus. Gejala keracunan makanan stafilokokal meliputi mendadak muntah-muntah, kram perut, dan diare. Orang biasanya memiliki gejala 2-4 jam setelah menelan makanan yang terkontaminasi. Tidak ada demam, tapi klien lemah.
2. Infeksi Escherichia coli
Eschenchia coli (E. coli) awalnya tidak berhubungan dengan keracunan makanan. Namun pada akhir 1992 lebih dari 500 kasus keracunan makanan terjadi di Amerika Serikat ketika orang makan daging terkontaminasi di restoran cepat saji. Banyak anak yang dirawat di rumah sakit dengan muntah, diare, kram perut, dan demam, dan beberapa kemudian meninggal. Investigasi wabah ini menunjukkan bahwa daging hamburger yang digunakan dalam restoran telah terkontaminasi dengan bahan tinja selama persiapan di rumah pemotongan hewan dimana pada awalnya sapi potong dan tanah. E. coli ditemukan dalam tinja. Perawatan klien dengan E. coli adalah dengan cairan IV dan terapi antibiotik.
3. Botulism
Botulisme adalah jenis keracunan makanan yang terjadi setelah seseorang memakan racun dalam makanan yang tercemar dengan Clostridium botulinum. Botulisme paling sering di temukan di makanan kaleng, terutama sayuran, buah-buahan. Hal ini dapat dikaitkan dengan produksi makanan secara komersial dengan produk tidak cukup panas untuk menghancurkan racun sebelum dimakan. Inkubasi biasanya 18-36 jam. Setelah itu menyebabkan terjadi gejala-gejala penyakit ringan atau penyakit yang parah dengan kelumpuhan, kegagalan pernafasan, dan kematian. Pengobatan dengan antitoksin botulisme trivalen (ABE) diberikan segera setelah diagnosis dibuat. Untuk mencegah botulisme, perawat mengajarkan klien untuk membuang makanan kaleng yang bocor atau bengkak atau yang memiliki cacat segel. Wadah untuk makanan kaleng harus steril dengan mendidihkan makanan selama 20 menit untuk menghancurkan spora Clostridium botulinium sebelum pengalengan.
4. Salmonella
Salmonellosis adalah infeksi bakteri yang disebabkan oleh organisme Salmonella. Salmonellosis dapat ditularkan dari orang ke orang melalui rute fecal-oral.
Inkubasi adalah 8-48 jam setelah orang menelan makanan/cairan yang terkontaminasi. Gejala biasanya-berlangsung selama 3-5 hari dan termasuk demam dengan atau tanpa menggigil, mual, muntah, kram sakit perut, dan diare, yang mungkin berdarah. Perawat menginstruksikan semua klien dengan infeksi Salmonella untuk mencuci tangan mereka sebelum makan dan setelah buang air besar untuk menghindari penularan dari organisme.
Inkubasi adalah 8-48 jam setelah orang menelan makanan/cairan yang terkontaminasi. Gejala biasanya-berlangsung selama 3-5 hari dan termasuk demam dengan atau tanpa menggigil, mual, muntah, kram sakit perut, dan diare, yang mungkin berdarah. Perawat menginstruksikan semua klien dengan infeksi Salmonella untuk mencuci tangan mereka sebelum makan dan setelah buang air besar untuk menghindari penularan dari organisme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar