KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat limpahan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mengenai “Pemphigus Vulgaris” dimana makalah ini membahas tentang asuhan keperawatan pada klien “Pemphigus Vulgaris”
Pada kesempatan ini penulis berterima kasih kepada Dra. Nelly Yardes, SKp, MSelaku koordinator mata kuliah keperawatan medikal bedah, dan Ibu Dahlia Simanjuntak Skp.Mkes. selaku pembimbing yang memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam pembuatan makalah ini. Tak lupa rasa terima kasih saya sampaikan kepada semua pihak yang turut berperan dalam pembuatan makalah ini, sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Kami memohon maaf sebesar-besarnya kepada pembimbing, jika ada kata-kata dan kesalahan di dalam makalah ini yang kurang berkenan di hati. Dan penulis berharap semoga dosen pembimmbing dapat memaafkan dan menerima permohonan maaf dari penulis
Saya juga menghimbau kepada pemabaca yang lain untuk bersedia membaca makalah ini memberikan gambaran informasi mengenai asuhan keperawatan pada klien apendiksitis. Dan saya menyadari makalah ini jauh dari sempurna. oleh oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati mohon kepada dosen pembimbing berkenan memberikan saran dan kritik demi perbaikan makalah ini.
Jakarta, April 2010
Penulis
BAB II
TINJAUAN TEORI
- KONSEP DASAR
1. PENGERTIAN
Pemfigus vulgaris adalah dermatitis vesikulobulosa reuren yang merupakan kelainan herediter paling sering pada aksila, lipat paha, dan leher disertai lesi berkelompok yang mengadakan regresi sesudah beberapa minggu atau beberapa bulan (Dorland, 1998).
Pemfigus vulgaris merupakan penyakit serius pada kulit yang ditandai dengan timbulnya bulla (lepuh) dengn berbagai ukuran (misalnya 1-10 cm) pada kulit yang tampak normal dan membrane ukosa (misalnya mulut dan vagina) (Brunner, 2002).
Pemfigus vulgaris adalah salah satu penyakit autoimun yang menyerang kulit dan membrane mukosa yag menyebabkan timbulnya bula atau lepuh biasanya terjadi di mulut, idung, tenggorokan, dan genital (www.pemfigus.org.com)
Pada penyakit pemfigus vulgaris timbul bulla di lapisan terluar dari epidermis klit dan membrane mukosa. Pemfigus vulgaris adalah “autoimmune disorder” yaitu system imun memproduksi antibody yang menyerang spesifik pada protein kulit dan membrane mukosa. Antibodi ini menghasilkan reaks yang menimbulkan pemisahan pada lapisan sel epidermis (akantolisis) satu sama lain karena kerusakan atau abnormalitas substansi intrasel. Tepatnya perkembangan antibody menyerang jaringan tubuh (autoantibody) belum diketahui.
2. ETIOLOGI
Penyebab dari pemfigus vulgaris dan factor potensial yang dapat didefinisikan antara lain:
1. Faktor genetic
2. Umur
Insiden terjadinya pemfigus vulgaris ini meningkat pada usia 50-60 tahun. Pada neonatal yang mengidap pemfigus vulgaris karena terinfeksi dari antibody sang ibu.
Insiden terjadinya pemfigus vulgaris ini meningkat pada usia 50-60 tahun. Pada neonatal yang mengidap pemfigus vulgaris karena terinfeksi dari antibody sang ibu.
3. Disease association
Pemfigus terjadi pada pasien dengan penyakit autoimun yang lain, biasanya myasthenia gravis dan thymoma.
3. MANIFESTASI KLINIS
Sebagian besar pasien pada mulanya ditemukan dengan lesi oral yang tampak sebagai erosi yang bentuk ireguler terasa nyeri, mudah berdarah dan sembuhnya lambat. Bulla pada kulit akan membesar, pecah dan meninggalkan daerah-daerah erosi yang lebar serta nyeri yang disertai dengan pembentukan kusta dan perembesan cairan. Bau yang menusuk dan khas akan memancar dari bulla dan serum yang merembes keluar. Kalau dilakukan penekanan yang minimal akan terjadi pembentukan lepuh atau pengelupasan kulit yang normal (tanda Nicolsky) kulit yang erosi sembuh dengan lambat sehingga akhirnya daerah tubuh yang terkena sangat luas , superinfeksi bakteri sering yang terjadi. Komplikasi yang sering pada pemfigus vulgaris terjadi ketika proses penyakit tersebut menyebar luas.
Sebelum ditemukannya kortikosteroid dan terapi imunosupresif, pasien sangat rentan terhadap infeksi sekunder. Bakteri kulit mudah mencapai bula karena bula mengalami perembesan cairan, pacah dan meninggalkan daerah terkelupas yang terbuka terhadap lingkungan. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit karena kehilangan cairan serta protein ketika bula mengalami rupture. Hipoalbuminemia lazim dijumpai kalu proses mencapai kulit tubuh dan membrane mukosa yang luas (Brunner, 2002).
4. KOMPLIKASI
1. Secondary infection
Salah satunya mungkin disebabkan oleh sistemik atau local pada kulit. Mungkin terjadi karena penggunaan immunosupresant dan adanya multiple erosion. Infeksi cutaneus memperlambat penyembuhan luka dan meningkatkan resiko timbulnya secara.
2. Malignansi dari penggunaan imunosupresif
Biasanya ditemukan pada pasien yang mendapat terapi immunosupresif.
3. Growth retardation
Ditemukan pada anak yang menggunakan immunosupresan dan kortikosteroid.
4. Supresi sumsum tulang
Dilaporkan pada pasien yang menerima imunosupresant. Insiden leukemia dan lymphoma meningkat pada penggunaan imunosupresif jangka lama.
1. Osteoporosis
Terjadi dengan penggunaan kortikosteroid sistemik
Terjadi dengan penggunaan kortikosteroid sistemik
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Erosi kulit yang luas, kehilangan cairan serta protein ketika bulla mengalami rupture akan menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Kehilangan cairan dan natrium klorida ini merupakan penyebab terbanyak gejala sistemik yang berkaitan dengan penyakit dan harus diatasi dengan pemberian infuse larutan salin. Hipoalbuminemia lazim dijumpai kalau proses mencapai kulit tubuh dan membrane mukosa yang luas.
5. EVALUASI DIAGNOSTIK
- Pemeriksaan visual oleh dermatologis
- Biopsi lesi, dengan cara memecahkan bulla dan membuat apusan untuk diperiksa di bawah mikroskop atau pemeriksaan immunofluoresent.
- Tzank test, apusan dari dasar bulla yang menunjukkan akantolisis
- Nikolsky’s sign positif bila dilakukan penekanan minimal akan terjadi pembentukan lepuh dan pengelupasan kulit
6. PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi adalah untuk mengendalikan penyakit secepat mungkin, mencegah infeksi sekunder dan meningkatkan pembentukan tulang epitel kulit (pembaharuan jaringan epitel). Kortikosteroid diberikan dengan dosis tinggi untuk mengendalikan penyakit dan menjaga kulit dari bulla. Kadar dosis yang tinggi dipertahankan sampai kesembuhan terlihat jelas. Pada sebagian kasus, terapi kortikosteroid harus dipertahankankan seumur hidup penderitanya.
Kortikosteroid diberikan bersama makanan atau segera sesudah makan dan dapat disertai dengan pemberian antacid sebagai profilaksis untuk mencegah komplikasi lambung. Yang penting pada penatalaksanaan terapeutik adalah evaluasi berat badan, tekanan darah, kadar glukosa darah dan keseimbangan darah setiap hari . Preparat imunosupresif (azatioprin, ziklofosfamid, emas) dapat diresepkan dokter untuk mengendalikan penyakit dan mengurangi takaran ktikosteroid. Plasmaferesis (pertukaran plasma). Secara temporer akan menurunkan kadar antibody serum dan pernah dihasilkan keberhasilan yang bervariasi sekalipun tindaka ini dilakukan untuk kasus yang mengancam jiwa pasien.
- PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas pasien dan keluarga (penanggung jawab)
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, golongan darah, penghasilan, hubungan pasien dengan penanggung jawab, dll.
b. Riwayat pasien sekarang
Pada umumnya penderita pemfigus vulgaris biasanya dirawat di rumah sakit pada suatu saat sewaktu terjadi pada suatu saat sewaktu terjadi eksaserbasi, perawat segera mendapatkan bahwa pemfigus vulgaris bisa menjadi penyebab ketidakmampuan bermakna. Gangguan kenyamanan yang konstan dan stress yang dialami pasien serta bau lesi yang amis.
c. Riwayat penyakit terdahulu
Haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan system integument maupun penyakit sistemik lainnya. Demikian pula riwayat penyakit keluarga, terutama yang mempunyai penyakit menular, herediter.
d. Pemeriksaan fisik
Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit, termasuk membrane mukosa, kulit kepala dan kuku. Kulit merupakan cermin dari kesehatan seseorang secara menyeluruh dan perubahan yang terjadi pada kulit umumnya berhubungan dengan penyakit pada system organ lain. Inspeksi dan palpasi merupakan prosedur utama yang digunakan dalam memeriksa kulit. Lesi kulit merupakan karakteristik yang paling menonjol pada kelainan dermatologic.
Pada pasien pemfigus vulgaris muncul bulla yaitu suatu lesi yang berbatas jelas, mengandung cairan, biasanya lebih dari 5 mm dalam diameter, dengan struktur anatomis bulat. Inspeksi keadaan dan penyebaran bulla atau lepuhan pada kulit. Sebagian besar pasien dengan pemfigus vulgaris ditemukan lesi oral yang tampak tererosi yang bentuknya ireguler dan terasa sangat nyeri, mudah berdarah, dan sembuhnya lambat. Daerah-daerah tempat kesembuhan sudah terjadi dapat memperlihatkan tanda-tanda hiperpigmentasi. Vaskularitas, elastisitas, kelembapan kulit, dan hidrasi harus benar-benar diperhatikan. Perhatian khusus diberikan untuk mengkaji tanda-tanda infeksi.
e. Pengkajian psikologis
Dimana pasien dengan tingkat kesadaran menurun, maka untuk data psikologisnya tidak dapat di dinilai, sedangkan pada pasien yang tingkat kesadarannya agak normal akan terlihat adanya gangguan emosi, perubahan tingkah laku emosi yang labil, iritabel, apatis, kebingungan keluarga pasien karena mengalami kecemasan sehubungan dengan penyakitnya. Data social yang diperlukan adalah bagaimana pasien berhubungan dengan orang terdekat dan lainnya, kemampuan berkomunikasi dan perannya dalam keluarga. Serta pandangan pasien terhadap dirinya setelah mengalami penyakit pemfigus vulgaris
f. Data/pangkajian spiritual
Diperlukan adalah ketaatan terhadap agamanya, semangat dan falsafah hidup pasien serta ketuhanan yang diyakininya.
g. Pemeriksaan diagnostic
1) Nikolsky’s sign
2) Skin lesion biopsy (Tzank test)
3) Biopsy dengan immunofluorescene
h. Penatalaksanaan umum
1) Kortikosteroid
2) Preparat imunosupres (azatioprin, siklofosfamid, emas)
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data-data hasil pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan pasien mencakup:
a. Nyeri pada rongga mulut berhubungan dengan rangsangan ujung-ujung saraf karena pembentukan bulla dan erosi.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan rupture bulla dan daerah kulit yang terbuka (terkelupas)
c. Ansietas dan kemampuan koping tidak efektif berhubungan dengan penampilan kulit dan tidak ada harapan untuk kesembuhan.
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan keadaan dan penampilan kulit.
e. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilan cairan dan protein akibat bulla rupture
f. Resiko infeksi dan sepsis berhubungan dengan kerusakan permukaan kulit
Diagnosa Kolaborasi
Berdasarkan data-data hasil pengkajian, komplikasi yang potensial mencakup:
a. Infeksi dan sepsis yang berhubungan dengan hilangnya barier protektif kulit dan membrane mukosa.
b. Kurang volume cairan dan yang berhubungan dengan hilangnya cairan jaringan.
3. Perencanaan dan Implementasi
Sasaran utama bagi pasien pemfigus vulgaris dapat mencakup peredaan gangguan rasa nyaman akibat lesi, kesembuhan kulit, berkurangnya ansietas atau kecemasan serta perbaikan kemampuan koping dan tidak terdapatnya komplikasi.
4. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasionalisasi
a. DX 1 : Nyeri pada rongga mulut berhubungan dengan rangsangan ujung-ujung syaraf karena pembentukan bulla dan erosi
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawa tan selama 2×24 jam, pasien mengatakan nyeri berkurang.
Intervensi :
1. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi/karakter dan intensitas (skala 0-10)
2. Jelaskan prosedur/berikan informasi seiring dengan tepat, khususnya saat melakukan perawatanoral hyegene.
3. Lakukan perawatan oral hyegene dengan teliti menjaga agar membrane mukosa oral tetap bersih dan memungkinkan regenerasi epitel.
4. Kumur mulut yang sering harus dilakukan untuk membersihkan mulut dari debris dan mengurangi nyeri daerah ulserasi. Hindari penggunaan obat kumur yang dijual bebas di pasaran.
5. Bibir dijaga agar tetap basah dengan cra mengoleskan lanolin, vaselin, atau pelembab bibir. Tindakan cool mist akan membantu melembabkan udara ruangan.
6. Berikan aktivitas terapeutik tepat untuk usia/kondisi.
Tindakan kolaborasi
1. Berikan kortikosteroid
2. Berikan prepara imuosupresif (azatioprin, siklofosfamid, emas)
3. Berikan analgesic sesuai indikasi
4. Nyeri hamper selalu ada pada beberapa derajat beratnya keterlibatan jaringan/kerusakan.
5. Memberikan kesempatan kepada klien untuk menyiapkan diri dan meningkatkan rasa control
6. Membantu mempercepat proses penyembuhan luka.
7. Penggunaan obat tanpa resep dokter akan memperparah terjadinya erosi luka pada daerah ulserasi.
8. Mengurangi nyeri dan meningkatkan proses penyembuhan luka.
9. Membantu mengurangi konsentrasi nyeri yang dialami dan memfokuskan kembali perhatian
10. Mengendalikan penyakit dan mengendalikan kulit bebas dari bulla.
Untuk mengendalikan penyakit dan mengurangi takaran kortikosteroid.
Untuk mengendalikan penyakit dan mengurangi takaran kortikosteroid.
11. Pemberian analgesic akan mengurangi nyeri.
b. DX 2 : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan rupture bulla dan daerah kulit yang terbuka (terkelupas)
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawa tan selama 2x 24 jam pasien dapat memelihara integritas kulit.
Intervensi :
1. Kaji/catat ukuran, warna, keadaan luka/kondisi sekitar luka.
2. Lakukan kompres basah dan sejuk atau terapi rendaman.
3. Lakukan perawatan luka dan hygiene (seperti mandi), sesudah itu keringkan kulit dengan hati-hati da taburi bedak yang tidak iritatif.
4. Hindari penggunaan plester
5. Berikan prioritas untuk meningkatkan kenyamanan dan kehangatan pasien.
6. Mengidentifikasi terjadinya komplikasi.
7. Merupakan tindakan protektif yang dapat mengurangi nyeri.
8. Memungkinkan pasien lebih bebas bergerak dan meningkatkan kenyamanan pasien
9. Penggunaan plester akan menimbulkan lebih banyak bulla.
10. Mempercepat proses rehabilitasi pasien
c. DX 3 : Ansietas dn kemampuan koping tidak efektif berhubungan dengan penampilan kulit dan tidak adanya harapan bagi kesembuhan
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawa tan selama 1×24 jam pasien mengatakan kecemasannya menurun.
Intervensi:
1. Berikan penjelasan dengan sering dan informasi tentang prosedur keperawatan
2. Tunjukkan keinginan untuk mendengar dan berbicara pada pasien bila prosedur bebas nyeri
3. Libatkan pasien/orang terdekat dalam proses pengambilan keputusan
4. Kaji status mental, termasuk suasana hati/afek, ketakutan pada kejadian, dan isi pikiran
5. Identifikasi koping/penanganan situasi stress sebelumnya.
6. Perhatikan kebutuhan psikologis pasien menurut kehadiran perawat saat diperlukan, pemberian pelayanan keperawatan yang professional dan pelaksanaan penyuluhan bagi pasien dan keluarganya.
7. Pengetahuan yang diharapkan menurunkan ketakutan dan ansietas, memperjelas kesalahan konsep dan meningkatkan kerjasama.
8. Membantu pasien/orang terdekat untuk mengetahui bahwa dukungan tersedia.
9. Meningkatkan rasa control dan kerjasama, menurunkan perasaan tak berdaya dan putus asa.
10. Pada awal pasien dapat menggunakan penyangkalan dan represi untuk menurunkan dan menyaring informasi keseluruhan.
11. Perilaku masa lalu yang berhasil dapat digunakan untuk membantu menerima situasi saat ini
12. Pengaturan agar anggota keluarga dan setiap teman dekatnya untuk lebih banyak mencurahkan waktu mereka bersama pasien dapat menjadi upaya yang bersifat suportif.
d. DX 4: Gangguan citra tubuh berhubu-ngan dengan keadaan dan penampilan kulit
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan menyatakan penerimaan situasi diri, bicara dengan keluarga/ orang terdekat tentang situasi peubahan yang terjadi
Intervensi
1. Kaji makna kehilangan/ perubahan pada pasien/oang terdekat
2. Terima dan akui ekspresi, frustasi, ketergantungan, marah dan rasa berduka.
3. Dorong interaksi keluarga dan tim rehabilitasi.
Tindakan kolaborasi
1. Rujuk ke terapi fisik/kejuruan dan konsul psikiatrik, pelayanan social, psikologis sesuai kebutuhan
2. Episode traumatic mengakibatkan perubahan tiba-tiba, tidak diantisipasi yang membuat perasaan kehilangan actual/ yang dirasakan.
3. Penerimaan perasaan sebagai respon normal terhadap apa uang terjadi yang dapat membantu perbaikan
4. Mempertahankan/ membuka garis komunikasi dan memberikan dukungan terus-menerus pada pasien dan keluarga
5. Membantu dalam identifikasi cara/ alat untuk meningkatkan/ mempertahankan kemandirian. Pasien dapat memerlukan bantuan lanjut untuk mengatasi masalah emosi mereka bila mereka menetap (contoh : respon pasca trauma)
e. DX 5 :Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan dan protein akibat bulla rupture
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan askep selama 1 x 24 jam diharapkan tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan.
Dengan Kriteria hasil :
1. Menunjukan perbaikan keseimbangan cairan dibuktikan oleh haluan urin individu adekuat
2. TTV stabil
3. Awasi tanda vital, CVV. Perhatikan pengisisn kapiler dan kekuatan nadi perifer.
Intervensi :
1. Awasi haluan urin dan berat jenis. Observasi warna urin dan hemates sesuai indikasi
2. Pertahankan pencatatan kumulatif jumlah dan tipe pemasukan cairan.
3. Timbang berat badan tiap hari.
4. Lakukan infeksi dan palpasi kulit secara teratur.
5. Memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler.
6. Secara umum, penggantian cairan harus dititrasi untuk menyakinkan rata-rata haluan urin 30-50 ml/jam (pada orang dewasa). Urin dapat tampak merah-hitam pada kerusakan otot massif sehubungan dengan adanya darah dan keluarnya mioglobin. Bila terjadi mioglobinuria menyolok minimum haluan urin harus 75-100 ml/jam untuk mencegah kerusakan atau nekrosis tubulus.
7. Penggantian massif atau cepat dengan tipe cairan berbeda dan fluktuasi kecepatan pemberian memerlukan tabulasi ketata untuk mencegah ketidakseimbangan dan kelebihan cairan.
8. Penggantian cairan tergantung pada berat badan pertama dan perubahan bulan selanjutnya.Peningka
tan BB 15-20% pada 72 jam pertama selama penggantian cairan dapat diantisispasi untuk mengganti berat sebelumnya
tan BB 15-20% pada 72 jam pertama selama penggantian cairan dapat diantisispasi untuk mengganti berat sebelumnya
9. Untuk mengetahui adanya edema dan perubahan warna kulit.
f. DX 6 : Resiko infeksi dan sepsis berhubungan dengan kerusakan permukaan kulit
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan askep selama 1 x 24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi.
Dengan kriteria hasil :
1. Mencapai penyenbuhan luka tepat waktu.
2. Tekankan pentingnya teknik cuci tangan yang baik untuk semua individu yang datang kontak dengan pasien.
3. Awasi atau batasi pengunjung, bila perlu jelaskan prosedur isolasi terhadap pengunjung.
Intervensi :
1. Kaji semua sistem (pernapasan, genitourinaria) terhadap tanda atau gejala infeksi secara kontinue.
2. Berikan antibiotik sesuai indikasi.
3. Ubah posisi sesering mungkin
4. Tekankan pentingnya teknik cuci tangan yang baik untuk semua individu yang datang kontak dengan pasien.
5. Awasi atau batasi pengunjung, bila perlu jelaskan prosedur isolasi terhadap pengunjung.
6. Kaji semua sistem (pernapasan, genitourinaria) terhadap tanda atau gejala infeksi secara kontinue.
7. Berikan antibiotik sesuai indikasi.
8. Ubah posisi sesering mungkin(sisi potensial intuk pertumbuhan bakteri).
5. Evaluasi
Hasil yang diharapkan
Hasil yang diharapkan
a. Mencapai peredaan nyeri pada lesi oral
1. Mengidentifikasi terapi yang meredakan rasa nyeri
2. Menggunakan obat kumur mulut dan semprotan aerosol mulut yang mengadung larutan antiseptic anastetik
3. Minum cairan yang dingin dengan interval 2 jam sekali.
b. Mencapai kesembuhan kulit
1. Menyatakan tujuan regimen terapi
2. Bekerjasama dalam menjalani regimen terapi rendaman atau mandi
3. Mengingatkan petugas kesehatan untuk menaburkan bedak non iritatif dalam jumlah bebas pada sprei tempat tidur
c. Mengalami pengurangan perasaan cemas dan peningkatan kemampuan untuk mengatasi masalah (kemampuan koping)
1. Mengutarakan dengan kata-kata keprihatinan pasien terhadap keadaannya, dirinya sendiri, dan hubungannya dengan orang lain
2. Turut berpartisipasi dalam perawatan mandiri
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pemfigus vulgaris merupakan penyakit serius pada kulit yang ditandai dengan timbulnya bulla (lepuh) dengn berbagai ukuran (misalnya 1-10 cm) pada kulit yang tampak normal dan membrane ukosa (misalnya mulut dan vagina) (Brunner, 2002)
Penyakit pemfigus terdiri dari empat type yaitu :
Penyakit pemfigus terdiri dari empat type yaitu :
1. Pemfigus vulgaris
2. Pemfigus erytomatous
3. Pemfigus foliacus
4. Pemfigus vegetam
Pemfigus merupakan penyakit autoimun yang menyerang kulit da membrane mukosa, penyakit ini biasanya terjadi pada daerah oral, aksila, dan vagina.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawtan Mediakal Bedah. Edisi 8. Volume 3. EGC: Jakarta
Doenges, E., Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.EGC : Jakarta.
Phipps & Woods. 1991. Medical Surgical Nursing concepts and Clinical Practice. Fourth Edition.
Rahayu, Sri. Course Book. Medikal Surgical Nursing. Unit 1. Intergument System.
Sylvia, A. Price. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC : Jakarta.
www.pemfigus.org.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar