Senin, 25 Juli 2011

Gangguan Esofagus

ANATOMI DAN FISIOLOGI
Esofagus merupakan suatu organ silindris berongga dengan panjang sekitar 25 cm dan berdiameter 2 cm, yang terbentang dari hipofaring hingga kardia lambung. Esofagus terletak di posterior jantung dan trakea, di anterior vertebra, dan menembus hiatus diafragma tepat di anterior aorta. Esofagus terutama berfungsi menghantarkan bahan yang dimakan dari faring ke lambung.
Pada kedua ujung esofagus terdapat otot sfingter. Otot krikofaringeus membentuk sfingter esofagus bagian atas dan terdiri atas serabut-serabut otot rangka. Bagian esofagus ini secara normal berada dalam keadaan tonik atau kontraksi kecuali pada waktu menelan. Sfingter esofagus bagian bawah, walaupun secara anatomis tidak nyata, bertindak sebagai sfingter dan berperan sebagai sawar terhadap refluks isi lambung ke dalam esofagus. Dalam keadaan normal sfingter ini menutup, kecuali bila makanan masuk ke dalam lam­bung atau waktu bertahak atau muntah (Gbr. 23-1).
Dinding esofagus seperti juga bagian lain saluran gastrointestinal, terdiri atas empat lapisan: mukosa, submukosa, muskularis dan serosa (lapisan luar). Lapisan mukosa bagian dalam terbentuk dari epitel gepeng berlapis yang berlanjut ke faring di ujung atas; epitel lapisan ini mengalami perubahan mendadak pada perbatasan esofagus dengan lambung (garis-Z) dan menjadi epitel toraks selapis. Mukosa esofagus dalam keadaan normal bersifat alkali dan tidak tahan terhadap isi lambung yang sangat asam. Lapisan sub­mukosa mengandung sel-sel sekretori yang memproduksi mukus. Mukus mempermudah jalannya makanan sewaktu menelan dan melindungi mukosa dari cedera akibat zat kimia. Lapisan otot lapisan luar tersusun longitudinal dan lapisan dalam tersusun sirkular. Otot yang terdapat di 5 % bagian atas esofagus adalah otot rangka, sedangkan otot di separuh bagian bawah adalah otot polos. Bagian di antaranya terdiri dari campuran otot rangka dan otot polos. Berbeda dengan bagian saluran cerna lainnya, tunika serosa (lapisan luar) esofagus tidak memiliki lapisan serosa ataupun selaput peritoneum, melainkan lapisan ini terdiri atas jaringan ikat longgar yang menghubungkan esofagus dengan struktur-struktur yang berdekatan. Tidak adanya serosa menyebabkan semakin cepatnya penyebaran sel-sel tumor (pada kasus kanker esofagus) dan meningkatnya kemungkinan kebocoran setelah operasi.
Persarafan utama esofagus dipasok oleh serabut-serabut simpatis dan parasimpatis dari sistem saraf otonom. Serabut parasimpatis dibawa oleh nervus vagus, yang dianggap sebagai saraf motorik esofagus. Fungsi serabut simpatis masih kurang diketahui.
Selain persarafan ekstrinsik tersebut, terdapat jala-jala serabut saraf intramural intrinsik di antara lapisan otot sirkular dan longitudinal (pleksus Auerbach atau mienterikus), dan tampaknya berperan dalam pengaturan peristaltik esofagus normal. Jala-jala saraf intrinsik kedua (pleksus Meissner) terdapat di submukosa saluran gastrointestinal, tetapi agak tersebar dalam esofagus.
Fungsi sistem saraf enterik tidak bergantung pada saraf-saraf ekstrinsik. Stimulasi sistem simpatis dan parasimpatis dapat mengaktifkan atau menghambat fungsi gastrointestinal. Ujung saraf bebas dan perivaskular juga ditemukan dalam submukosa esofagus dan ganglia mienterikus. Ujung saraf ini dianggap berperan sebagai mekanoreseptor, termoosmo, dan kemoreseptor dalam esofagus. Mekano­reseptor menerima rangsangan mekanis seperti sentuhan, dan kemoreseptor menerima rangsangan kimia dalam esofagus. Reseptor termoosmo dapat dipengaruhi oleh suhu tubuh, bau, dan perubahan tekanan osmotik.
Distribusi darah ke esofagus mengikuti pola segmental. Bagian atas disuplai oleh cabang-cabang arteria tiroidea inferior dan subklavia. Bagian tengah disuplai oleh cabang-cabang segmental aorta dan arteria bronkiales, sedangkan bagian subdiafragmatika disuplai oleh arteria gastrika sinistra dan frenika inferior.
Aliran darah vena juga mengikuti pola segmental. Vena esofagus daerah leher mengalirkan darah ke vena azigos dan hemiazigos, dan di bawah diafragma vena esofagus masuk ke dalam vena gastrika sinistra. Hubungan antara vena porta dan vena sistemik memungkinkan pintas dari hati pada kasus hipertensi porta. Aliran kolateral melalui vena esofagus menyebabkan terbentuknya varises esofagus (vena varikosa esofagus). Vena yang melebar ini dapat pecah, menyebabkan perdarahan yang bersifat fatal. Komplikasi ini sering terjadi pada penderita sirosis hati dan akan dibicarakan secara lebih terperinci pada Bab 27.



Menelan
Menelan merupakan suatu aksi fisiologis kompleks ketika makanan atau cairan berjalan dari mulut ke lambung. Menelan merupakan rangkaian gerakan otot yang sangat terkoordinasi, dimulai dari pergerakan voluntar lidah dan diselesaikan dengan serangkaian refleks dalam faring dan esofagus. Bagian aferen refleks ini merupakan serabut-serabut yang terdapat dalam saraf V, IX, dan X. Pusat menelan atau deglutisi terdapat pada medula oblongata. Di bawah koordinasi pusat ini, impuls-impuls berjalan ke luar dalam rangkaian waktu yang sempurna melalui saraf kranial V, X, dan XII menuju ke otot-otot lidah, faring, iaring, dan esofagus.
Walaupun menelan merupakan suatu proses yang kontinu, tetapi terjadi dalam tiga fase oral, faringeal, dan esofageal. Pada fase oral, makanan yang telah dikunyah oleh mulut disebut bolus didorong ke belakang mengenai dinding posterior faring oleh gerakan voluntar lidah. Akibat yang timbul dari peristiwa ini adalah rangsangan gerakan refleks menelan.
Pada fase jhringeal, palatum mole dan uvula bergerak secara refleks menutup rongga hidung. Pada saat yang sama, Iaring terangkat dan menutup glotis, mencegah tnakanan memasuki trakea. Kontraksi otot konstriktor faringeus mendorong bolus melewati epiglotis menuju ke faring bagian bawah dan memasuki esofagus. Gerakan retroversi epiglotis di atas orifisium Iaring akam melindungi saluran pernapasan, tetapi terutama untuk menutup glotis sehingga mencegah makanan memasuki trakea. Pernapasan secara serentak dihambat untuk mengurangi kemungkinan aspirasi. Sebenarnya, hampir tidak mungkin secara voluntar menarik napas dan menelan dalam waktu yang sama.
Fase esofageal mulai saat otot krikofaringues relaksasi sejenak dan memungkinkan bolus memasuki esofagus. Setelah relaksasi yang singkat iiu,gelombang jieristaltik primer yang dimulai dari faring dihantarkan ke otot krikofaringeus, menyebabkan otot ini berkontraksi. Gelombang peristaltik terus berjalan sepanjang esofagus, mendorong bolus menuju sfingter esofagus bagian distal. Adanya bolus merelaksasikan otot sfingter distal ini sejenak sehingga memungkinkan bolus masuk ke dalam lambung. Gelombang peristaltik primer bergerak dengan kecepatan 2 sampai 4 cm/ detik, sehingga makanan yang tertelan mencapai lambung dalam waktu 5 sampai 15 detik. Mulai setinggi arkus aorta, timbul gelombang peristaltik sekunderbila gelombang primer gagal mengosongkan esofagus. Timbulnya gelombang ini dipacu oleh peregangan esofagus oleh sisa partikel partikel makanan. Gelombang peristaltik primer penting untuk jalannya makanan dan cairan melalui bagian atas esofagus, tetapi kurang penting pada esofagus bagian bawah. Posisi berdiri tegak dan gaya gravitasi adalah faktor-faktor penting yang mempermudah transpor dalam esofagus bagian bawah, tetapi adanya gerakan peris taldk memungkinkan seseorang untuk minum air sambil berdiri terbalik dengan kepala di bawah atau ketika berada di luar angkasa dengan gravitasi nol.
Sewaktu menelan terjadi perubahan tekanan dalam esofagus yang mencerminkan fungsi motoriknya. Dalam keadaan istirahat, tekanan dalam esofagus sedikit berada di bawah tekanan atmosfer, tekanan ini mencerminkan tekanan intratorak. Daerah sfingter esofagus bagian atas dan bawah merupakan daerah bertekanan tinggi. Daerah tekanan tinggi ini berfungsi untuk mencegah aspirasi dan refluks isi lambung. Tekanan menurun bila masing-masing sfingter relaksasi sewaktu menelan dan kemudian meningkat bila gelombang peristaltik melewatinya.
Ada bukti-bukti yang menyatakan bahwa rang­kaian gerakan kompleks yang menyebabkan terjadinya proses menelan mungkin terganggu bila ada sejumlah proses patologis. Proses ini dapat mengganggu transpor makanan maupun mencegah refluks lambung.



GEJALA GANGGUAN ESOFAGUS
Disfagi atau kesulitan menelan makanan yang dimakan dari faring, merupakan gejala utama penyakit faring atau esofagus. Disfagi jangan disalahtafsirkan dengan globus histerikus (perasaan adanya “gumpalan dalam tenggorokan”), yang dapat disebabkan oleh faktor emosi dan dapat terjadi tanpa harus menelan.
Disfagi terjadi pada gangguan non-esofagus yang disebabkan oleh penyakit otot atau neurologis. Penyakit-penyakit ini adalah gangguan peredaran darah otak (stroke, penyakit serebrovaskular), miastenia gravis, distrofi otot, dan poliomielitis bulbaris. Keadaan ini memicu peningkatan risiko tersedak minuman atau makanan yang tersangkut dalam trakea atau bronkus.
Disfagi esofageal mungkin dapat bersifat obsrrukrif atau disebabkan oleh motorik. Penyebab obstruksi adalah striktura esofagus dan tumor-rumor ekstrinsik atau intrinsik esofagus, yang mengakibatkan penyempitan lumen. Penyebab motorik disfagi dapat disebab­kan olehberkurangnya, tidak adanya, atau terganggunya peristaltik atau disfungsi sfingter bagian atas atau bawah. Gangguan motorik yang sering menimbulkan disfagi adalah akalasia, skleroderma, dan spasme esofagus difus.
Pirosis (nyeri ulu hati) adalah gejala lain penyakit esofagus yang sering terjadi. Pirosis ditandai oleh sensasi panas, terbakar yang biasanya sangat terasa di epigastrium atas atau di belakang prosesus xifoideus dan menyebar ke atas. Nyeri ulu hati dapat disebabkan oleh refluks asam lambung atau sekret empedu ke dalam esofagus bagian bawah, ke duanya mengiritasi mukosa. Refluks yang menetap disebabkan oleh inkompetensi sfingter esofagus bagian bawah dan dapat terjadi dengan atau tanpa hernia hiatus atau esofagitis. Nyeri ulu hati merupakan keluhan lazim selama kehamilan.
Odinofagi didefinisikan sebagai nyeri telan dan dapat terjadi bersama dengan disfagi. Odinofagi dapat dirasakan sebagai sensasi ketat atau nyeri membakar, tidak dapat dibedakan dari nyeri ulu hati di bagian tengah dada. Odinofagi dapat disebabkan oleh spasme esofagus akibat peregangan akut, atau dapat terjadi sekunder akibat peradangan mukosa esofagus.
Regurgitasi adalah aliran balik isi lambung ke dalam rongga mulut. Bedanya dengan muntah adalah karena regurgitasi tidak membutuhkan tenaga dan tidak disertai oleh mual. Gangguan ini dirasakan dalam tenggorokan sebagai rasa asam atau cairan panas yang pahit. Regurgitasi tanpa tenaga ini cukup sering terjadi pada bayi akibat perkembangan sfingter esofagus bawah yang tidak sempurna. Pada orang dewasa, regurgitasi mencerminkan adanya inkom­petensi sfingter esofagus bagian bawah dan kegagalan sfingter esofagus bagian atas untuk bertindak sebagai sawar regurgitasi. Water brash merupakan refleks hipersekresi saliva akibat adanya esofagitis peptik atau disfagi, dan tidak sama dengan regurgitasi. Water brash terjadi pada sekitar 15 % dari waktu pada saat seseorang menderita disfagi (Lundquist, 1998).



PROSEDUR DIAGNOSTIK
Selain melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti, tindakan diagnostik khusus yang bermanfaat untuk mendeteksi penyakit esofagus adalah pemeriksaan radiografi dengan barium, esofagoskopi disertai biopsi dan mungkin pemeriksaan sitologi, pemeriksaan manometrik atau monlitas, dan uji refluks asam.



Pemeriksaan Radiologi Barium
Pemeriksaan radiologis esofagus yang dilakukan secara rutin biasanya dikombinasi dengan pemeriksaan radiologis lambung dan duodenum (rangkaian pemeriksaan radiologis gastrointerstinal bagian atas) menggunakan barium sulfat dalam cairan atau suspensi krim yang ditelan. Mekanisme menelan dapat terlihat secara langsung dengan pemeriksaan fluoroskopi, atau perekaman gambaran radiografik menggunakan teknik gambar bergerak (sineradiografi). Bila dicurigai terdapat penyakit esofagus, ahli radiologi dapat meletakkan penderita dalam berbagai posisi untuk mengetahui perubahan bentuk dan fungsi yang lebih terperinci. Cara ini dapat mendeteksi berbagai kelainan antara lain tumor, polip, divertikulitis, striktura, hernia hiatus, varises esofagus yang besar, proses menelan yang tidak terkoordinasi, dan peristaltik yang lemah.



Pemeriksaan MRI dan Radiologis Lainnya
Pemeriksaan radiologis esofagus adalah dengan CT-scan dan USG endoskopi. Pemeriksaan CT-scan lebih disukai untuk mengevaluasi penebalan abnormal lesi esofagus dan unruk melihat anatomi pembuluh darah. Pemeriksaan USG endoskopi digunakan untuk pencitraan karsinoma esofagus dan untuk menilai derajat infiltrasi tumor sebelum operasi. Pemeriksaan MRI menghasilkan irisan tomografik yang tipis dan tidak menggunakan radiasi. Pemeriksaan MRI berguna untuk menentukan stadium keganasan esofagus; dan EKG Doppler dapat digunakan bersama dengan MRI untuk menilai aliran darah submukosa. Endoskopi yang disertai dengan penapisan sitologi (biopsi) adalah pemeriksaan utama untuk menegakkan diag­nosis tumor esofagus.



Esofagoskopi
Inspeksi langsung pada mukosa esofagus merupakan tindakan yang penting dalam mendiagnosis gangguan esofagus. Alat serat-optik yang fleksibel membuat tindakan ini jauh lebih mudah dan lebih aman bagi penderita. Peradangan, tukak, tumor, dan varises esofagus dapat dilihat, difoto, dan dibiopsi. Bilasan sel dapat diperoleh untuk pemeriksaan sitologis yang dapat menegakkan diagnosis karsinoma esofagus dengan sangat akurat. Infeksi, seperti Helicobacter py­lori (H. pylori) dapat terdiagnosis melalui pemeriksaan serologis noninvasif dan uji napas urea (Kandel, 2000). Persiapan esofagoskopi terdiri atas puasa selama enam jam dan berbagai bentuk premedikasi yaitu penyemprotan tenggorokan dengan anestesi lokal. Pemeriksaan endoskopi esofagus, lambung, dan duodenum sering digabungkan dalam satu pemeriksaan.



Pemeriksaan Motilitas
Fungsi motorik esofagus dapat diperiksa dengan menggunakan kateter pekatekanan atau balon mini yang diletakkan dalam lambung dan kemudian dinaikkan kembali. Tekanan kemudian ditransmisi ke transduser yang diletakkan di luar tubuh penderita. Pengukuran perubahan tekanan dalam esofagus dan lambung pada saat istirahat dan selama menelan sangat menambah pengertian aktivitas esofagus pada keadaan sehat dan sakit. Pemeriksaan motilitas esofagus bermanfaat dalam menegakkan diagnosis akalasia, spasme esofagus difus, skleroderma, dan gangguan motorik esofagus lainnya.
Gbr. 23-2 A dan B menunjukkan pergerakan nor­mal esofagus yang direkam pada saat istirahat dan pada saat proses menelan. Fungsi sfingter esofagus bagian bawah menarik perhatian para ahli gsstro enterologi. Dalam keadaan normal, terdapat daerah tekanan tinggi (15 sampai 30 cm air di atas tekanan intragastrik) yang mencegah terjadinya refluks isi lambung ke dalam esofagus. Refluks dapat terjadi bila sfingter gagal mempertahankan tekanan tersebut di atas tekanan intraabdominal.



Uji Refluks Asam
Uji perfusi asam (tes Bernstein) digunakan untuk membedakan antara nyeri dada yangberasal dari jantung dengan nyeri dada akibat spasme esofagus yang disebabkan oleh asam, karena gejala kedua gangguan ini dapat identik.
Pada uji perfusi asam, asam hidroklorat (HC1) 0,1 N diteteskan melalui kateter dengan kecepatan 6 sampai 15 ml/menit ke dalam esofagus distal (kadar HO sama dengan asam lambung normal). Bila pasien mengalami nyeri esofagus atau ulu hati, maka hasil pemeriksaan ini positif. Nyeri yang menghilang cepat dengan pemberian larutan alkali atau netral memastikan bahwa mukosa esofagus merupakan asal timbulnya nyeri yang diinduksi oleh asam. Penyakit yang paling sering ditemukan bila hasil uji ini positif adalah esofagitis refluks, tetapi setiap penyakit yang menyebabkan terputusnya kontinuitas mukosa esofagus dapat menyebabkan uji ini menjadi positif. Penderita nyeri dada yang berasal dari jantung tidak dapat membedakan antara larutan garam dan perfusi asam.
Uji refluks lain adalah dengan memantau pH esofagus, hal ini dilakukan untuk mendeteksi refluks isi lambung yang asam, juga observasi fluoroskopi esofagus untuk mendeteksi refluks barium dari lambung ke dalam esofagus, dan observasi fluoroskopi esofagus saat menelan campuran asam klorida dan barium untuk mendeteksi gangguan aktivitas peristaltik sesaat. Semua pemeriksaan untuk mengetahui adanya refluks asam ini dapat memberi hasil positif palsu dan negatif palsu; sehingga digunakan gabungan dua pemeriksaan atau lebih untuk mendiagnosis kasus-kasus yang sulit.



GANGGUAN MOTILITAS ESOFAGUS
Akalasia
Akalasia (dahulu disebut sebagai kardiospasme) adalah gangguan hipomotilitas yang jarang terjadi. Gangguan ini ditandai oleh peristaltik korpus esofagus yang lemah dan tidak teratur atau aperistaltik, meningkatnya tekanan esofagus bagian bawah, dan kegagalan sfingter esofagus bagian bawah untuk berelaksasi secara sempurna sewaktu menelan. Akibatnya, makanan dan cairan tertirnbun dalam esofagus bagian bawah dan kemudian dikosongkan secara perlahan seiring dengan meningkatnya tekanan hidrostatik. Korpus esofagus kehilangan tonusnya dan dapat sangat melebar (Gbr. 23-3).
Etiologi pasti akalasia tidak diketahui, tetapi bukti yang ada menunjukkan bahwa degenerasi pleksus Auerbach menyebabkan hilangnya kontrol neurologis. Sebagai akibatnya, gelombang peristaltik primer tidak mencapai sfingter esofagus bagian bawah untuk merangsang relaksasi. Akalasia primer idiopatik merupakan kasus akalasia yang paling banyak dijumpai di Amerika Serikat. Akalasia sekunder dapat disebabkan oleh karsinoma lambung yang menginvasi esofagus melalui radiasi dan toksin atau obat-obat tertentu.
Akalasia lebih sering terjadi pada orang dewasa dibandingkan pada anak. Timbulnya secara perlahan, dan gejala yang paling mencolok adalah disfagi terhadap makanan cair dan padat. Makan dapat terhenti oleh dorongan regurgitasi. Regurgitasi pada malam hari dapat mengakibatkan tcrjadinya aspirasi, infeksi paru kronis, atau kematian mendadak. Stasis makanan dalam esofagus dapat menyebabkan terjadinya peradangan, erosi, dan pada beberapa kasus menyebabkan terjadinya kanker esofagus, walaupun biasanya keadaan ini merupakan komplikasi lanjut.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gambaran radiogram yang khas. Bila barium tertelan, gelombang peristaltik tampak lemah dan penumpukan barium pada esofagus bagian distal memberikan gambaran seperti corong. Pemberian obat kolinergik atau parasimpatomimetik dalam dosis rendah menyebabkan terjadinya kontraksi dan pengosongan nyata pada esofagus dan memastikan diagnosis ini. Pemeriksaan motilitas esofagus mungkin bermanfaat untuk diagnosis dini akalasia. Pengukuran manometrik pada pemeriksaan ini menunjukkan bahwa sfingter esofagus bagian bawah gagal mengadakan relaksasi pada waktu menelan. Tekanan sfingter esofagus bagian bawah pada saat istirahat biasanya meningkat (35 mmHg dibandingkan dengan tekanan normal 15-30 mmgHg).
Pengobatan akalasia bersifat paliatif, yaitu perbaikan obstruksi esofagus bagian bawah. Tidak terdapat cara untuk memperbaiki peristaltik normal korpus esofagus. Dua bentuk terapi yang efektif menghilangkan gejala adalah dilatasi sfingter esofagus bagian bawah dan esofagomiotomi. Dilatasi dapat dilakukan dengan memasukkan tabung berisi air raksa yang disebut bougie (prosedumya disebut bougienage), atau yang lebih lazim, dilatasi dengan kantong pneumatik yang diletakkan pada daerah sfingter esofagus bagian bawah dan ditiup dengan kuat. Bila dilatasi gagal menghilangkan gejala ini, dapat dilakukan pembedahan.
Pembedahan yang paling sering dilakukan pada akalasia atau striktur esofagus adalah esofagomiotomi Heller, yaitu pembelahan serabut-serabut otot perbatasan esofagus lambung. Piloroplasti (pelebaran pintu keluar lambung) sering dilakukan bersamaan agar dapat mengosongkan isi lambung dengan cepat dan mencegah refluks ke dalam esofagus (Gbr. 23-4). Terapi obat biasanya dicadangkan bagi penderita yang dianggap tidak cocok menjalani dilatasi pneumatik maupun pembedahan. Isosorbid (nitrat kerja lama) dan nifedipin (antagonis kalsium) menurunkan tekanan esofagus bagian bawah dan cukup berhasil digunakan untuk mengobati akalasia. Tindakan lain yang membantu mengurangi gejala adalah makan secara perlahan dan menghindari alkohol serfa makanan panas, dingin, atau pedas. Penderita sebaiknya dianjurkan tidur dengan kepala terangkat untuk menghindari terjadinya aspirasi.


Spasme Esofagus Difus
Spasme esofagus difus merupakan keadaan yang sering terjadi dan dicirikan dengan kontraksi esofagus yang tidak terkoordinasi, non propulsif (peristaltik tersier) dan timbul bila menelan. Kelainan ini terutama mencolok pada duapertiga bawah organ, tetapi dapat menyerang seluruh esofagus. Kedua sfingter bekerja normal. Spasme esofagus difus merupakan penyakit yang penyebabnya tidak diketahui dan tampaknya lebih sering terjadi pada pasien berusia tua. Gangguan motilitas yang sama dapat timbul akibat esofagitis refluks atau obstruksi esofagus bagian bawah, misalnya pada karsinoma (biasanya hasil pemeriksaan manometrik pada karsinoma stadium dini adalah normal).
Spasme esofagus difus primer biasanya terjadi pada pasien berusia di atas 50 tahun. Respons menelan nonperistaltik sering ditemukan pada pemeriksaan radiologis dengan barium, dan meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Gambaran radiologisnya disebut “corkscrew esophagus” (esofagus pembuka botol), “rosary bead esophagus” (esofagus tasbih), “curl­ing” (keriting) dan berbagai sebutan lain yang biasanya tidak banyak memiliki arti klinis. Dasar patogenik spasme difus hanya diketahui sedikit. Spasme dapat mewakili degenerasi neuron lokai (karena beberapa penderita memberi respons yang positif terhadap obat kolinergik) seperti pada akalasia.
Spasme esofagus difus biasanya bersifat asimtomatis, tetapi pada beberapa kasus, kontraksi dapat menimbulkan gejala. Gejala yang paling sering timbul adalah disfagi intermiten dan odinofagi, yang diperberat oleh menelan makanan dingin, bolus yang besar, dan ketegangan saraf. Bila terdapat nyeri dada intermiten, spasme esofagus difus mungkin disalah tafsirkan sebagai angina pektoris, khususnya bila gejala tidak berkailan dengan makan. Yang membuat keadaan ini lebih membingungkan adalah hilangnya rasa nyeri akibat spasme bila diberi nitrogliserin. Akibatnya, beberapa penderita spasme esofagus dims salah didiagnosis sebagai penyakit jantung. Pemeriksaan motilitas memperlihatkan pola kontraksi non peristaltik hipermotil, yang akan membantu menegakkan diagnosis (lihat Gbr. 23-2, C).
Pengobatan terdiri atas manipulasi diet (makan sedikit danhindari makanan dingin), antasida, sedatif, dan nitrogliserin untuk menghilangkan spasme. Bfla gejala menetap dan menyusahkan, dapat dianjurkan dilatasi esofagus. Sebagai usaha terakhir, dapat dilakukan miotomi longitudinal esofagus distal.


Skieroderma
Disfungsi motorik esofagus terjadi pada lebih dari duapertiga penderita skleroderma sistemik progresif (skleroderma). Dasar kelainan pada saluran gastro instestinal adalah atrofi otot polos bagian bawah esofagus. Diagnosis dapat diduga melalui pemeriksaan radiografik dengan barium, tetapi baru dipastikan setelah dilakukan gambaran manometrik. Tanda khas penyakit ini adalah adanya aperistaltik atau peristaltik yang lemah pada setengah sampai duapertiga distal esofagus, serta berkurangnya tekanan sfingter esofagus bagian distal (lihat Gbr. 23-2, D).
Inkompetensi sfingter esofagus distal sering menyebabkan terjadinya esofagitis refluks dengan pembentukan striktur pada esofagus bagian bawah. Walaupun refluks gastroesofagus dan esofagitis sering terjadi pada skleroderma, nyeri ulu hati bukanlah gejala yang sering ditemukan. Disfagi adalah gejala yang mencolok bila esofagitis mengakibatkan pembentukan striktur (lihat pembahasan berikut).




ESOFAGITIS
Peradangan mukosa esofagus dapat bersifat akut atau kronis, dan dijumpai dalam berbagai keadaan termasuk dalam gangguan motilitas yang baru dibicarakan. Suatu jenis esofagitis yang tidak berbahaya dapat terjadi setelah menelan cairan panas. Sensasi panas substernal biasanya terjadi dalam waktu singkat dan dikaitkan dengan edema superfisial dan esofago spasme. Bentuk esofagitis yang paling sering dijumpai disebabkan oleh refluks asam lambung, yang sering terjadi bersamaan dengan hernia hiatus. Di samping iru, terdapat pula esofagitis yang dapat menular, yaitu yang disebabkan oleh Candida albicans (sariawan), virus herpes simpleks, virus varisela zoster, sitome galovirus (hanya mengenai pasien gangguan imun), human immunodeficiency virus (HIV), dan Helicobacter pylori. Esofagitis yang dapat menular (infeksius) lazim terjadi pada penderita imunodefisiensi berat, seperti pada sindrom imunodefisiensi didapat (AIDS).
Bentuk esofagitis berat yang akut dapat terjadi setelah menelan basa atau asam kuat. Basa kuat sering ditemukan pada sebagian besar rumah tangga dalam bentuk cairan pembersih, bila terminum akan menyebabkan terjadinya nekrosis kolikuativa berat pada mukosa. Terminumnya zat ini secara kebetulan paling sering terjadi pada anak kecil, tetapi kadang-kadang zat ini digunakan dalam percobaan bunuh diri. Gejala-gejala yang segera timbul adalah odinofagi berat, demam, keracunan dan kemungkinan perforasi esofagus disertai infeksi mediastinum dan kematian. Efek jangka panjang pada pasien adalah terbenruknya jaringan parut dan strikrur esofagus yang memerlukan dilatasi periodik dengan bougie selama sisa hidupnya. Pengobatan harus cepat dan intensif, antara lain pemberian antibiotika, steroid, cairan intravena, dan kemungkinan pembedahan. Pada penderita cedera kaustik tidak boleh diinduksi terjadinya muntah sebagai penanganan kedaruratan, karena tindakan ini akan kembali melukai esofagus dan orofaring.



Esofagitis Refluks Kronis dan Hernia Hiatus
Esofagitis refluks kronis merupakan bentuk esofagitis yang paling sering ditemukan secara klinis. Gangguan ini disebabkan oleh sfingter esofagus bagian bawah yang bekerja dengan kurang baik dan refluks asam lambung atau getah alkali usus ke daiam esofagus yang berlangsung dalam waktu yang lama. Sekuele yang terjadi akibat refluks adalah peradangan, perdarahan, dan pembentukan jaringan parut dan striktur. Esofagitis refluks kronis sering dihubungkan dengan hernia hia­tus. Terdapat sedikit hubungan antara beratnya gejala dengan beratnya derajat esofagitis. Sebagian penderita nyeri ulu hati hanya memiliki sedik't bukti adanya esofagitis, sementara penderita lain dengan refluks kronis bisa saja asimtomatis sampai terbentuk striktur. Pasien berusia lebih dari 40 tahun dengan keluhan nyeri ulu hati selama 10 tahun, sebaiknya dipertimbangkan untuk menjalani pemeriksaan esofagoskopi untuk mendeteksi adanya esofagus Barrett. Esofagus Barrett adalah penggantian progresif mukosa berepitel gepeng bagian distal yang tererosi dengan epitel metaplastik, yang lebih tahan terhadap digesti peptikum. Epitel metaplastik lebih cenderung mengalami transformasi maligna dan karsinoma esofagus.



Mekanisme pencegahan refluks
Gbr. 23-5 melukiskan mekanisme yang biasanya bekerja untuk mecegah refluks isi lambung ke dalam esofagus. Daerah perbatasan gastro esofagus yang bertekanan tinggi (atau sfingter esofagus bagian bawah) mungkin merupakan mekanisme terpenting yang mencegah terjadinya refluks. Tonus sfingter ini tidak hanya dipengaruhi oleh berbagai obat tetapi juga oleh pengaruh hormonal seperti gastrin dan sekretin, yang berperan sangat penting dalam mempertahankan integritas sfingter. Seberapa pentingnya peranan konfigurasi anatomik perbatasan esofagogastrik masih belum diketahui. Sudut lancip antara esofagus dan lambung mungkin merupakan mekanisme penting dalam pencegahan refluks, karena membentuk susunan seperti katup dengan penutup yang mencegah regurgitasi. Diduga juga bahwa segmen pendek esofagus di bawah diafragma dipertahankan tertutup oleh tekanan intra abdominal. Pergeseran letak segmen bawah esofagus ke dalam dada seperti yang terjadi pada hernia hiatus akan menghilangkan sawar refluks dan dapat menerangkan hubungan antara hernia hiatus dengan refluks esofagitis. Meskipun demikian, peranan hernia hiatus sliding dianggap tidak sepenting seperti yang telah diperkirakan sebelumnya.




TUMOR (Kanker Esofagus)
Tumor jinak esofagus jarang dijumpai. Tipe yang paling sering adalah leiomioma (tumor otot polos). Leiomioma kadang-kadang mengeluarkan darah tetapi biasanya kurang memiliki makna klinis dan ditemukan secara kebetulan.
Sebaliknya, kanker esofagus sering dijumpai, dan mengakibatkan kira-kira 4% dari semua kematian akibat kanker di Amerika Serikat dari tahun 1990 hingga 1996. Kanker esofagus diperkirakan merupakan 23% kanker yang melibatkan sistem digestif (Ameri­can Cancer Society, 1999). Pria berusia antara 50 sampai 70 tahun merupakan kelompok yang paling sering terserang penyakit ini. Faktor predisposisinya adalah banyak merokok, banyak minum alkohol, dan refluks gaster kronis (esofagus Barrett). Karsinoma sel gepeng merupakan jems tumor yang paling sering dan sangat bersifat maligna. Tumor dapat timbul di setiap bagian esofagus, tetapi sebagian besar berada pada duapertiga bawah. insiden sangat tinggi di daerah barat laut Cina, di sekitar Laut Kaspia di Rusia dan Iran, dan di wilayah Transkei selatan Afrika. Penduduk dari beberapa provinsi di Cina memiliki 30% -40% kemungkinan meninggal karena terserang kanker. Penyebab variasi ekstrem ini sedang diteliti namun belum memuaskan dan belum dapat menjelaskan.
Di Amerika Utara, kanker kerongkongan biasanya mempengaruhi orang-orang antara usia 50 dan 80 tahun. Laki-laki berpotensi lebih besar dari perempuan, orang Afrika-Amerika yang terpengaruh lebih dari Kaukasia, dan Asia-Amerika laki-laki yang terpengaruh lebih dari populasi umum (Giger & Davidhizar, 1995).
Pemeriksaan radiologis dengan barium, pemeriksaan sitologi, dan biopsi dengan esofagoskopi merupa­kan tindakan-tindakan penting dalam menentukan diagnosis. Daya tahanhidup 5 tahun kurang dari 10%. Penyebab prognosis yang buruk ini adalah adanya penyebaran limfatik yang dim dan lambatnya gejala yang timbul. Gejala pertama biasanya berupa disfagi, tetapi gejala ini biasanya tidak timbul sebelum tumor menyerang seluruh lingkaran esofagus.
Penyinaran dan reseksi bedah adalah bentuk penatalaksanaan yang paling umum. Lesi yang berada di bagian atas esofagus tidak mungkin direseksi dan lesi diobati dengan penyinaran. Untuk memperlebar lumen dapat dimasukkan bougie atau protese dari plastik. Tindakan ini dimaksudkan agar penderita tetap dapat makan. Pengobatan paliatif yang lebih baru adalah dengan menggunakan sinar laser untuk menghancurkan bagian tengah tumor yang menyumbat, dengan demikian lumen tetap terbuka dan makanan dapat masuk.

1.     Pengkajian
Riwayat Pasien
Perawat menilai ras klien, latar belakang budaya, usia, jenis kelamin, dan setiap sejarah yang bersangkutan konsumsi alkohol, penggunaan tembakau, dan masalah kerongkongan lainnya, seperti striktur atau refluks. kanker kerongkongan adalah tumor sileni dalam tahap awal, dengan sedikit tanda-tanda untuk mengidentifikasi dalam pegkajian. Pada saat tumor menyebabkan gejala, biasanya telah menyebar lebih luas. Klien biasanya mengalami penurunan berat badan sebanyak 40-50 pound (2-22,7 kgt) selama 2 - sampai 3 bulan. Berat badan bukanlah pengkajian yang spesifik, yang mungkin berhubungan dengan anoreksia, disfagia, atau ketidaknyamanan yang dihasilkan oleh kehadiran tumor. Perawat harus berhati-hati menilai pola diet klien dan setiap modifikasi yang telah dibuat sebagai tanggapan terhadap gejala.


Pengkajian Fisik / manifestasi klinik
Perawat menilai penampilan fisik umum klien, status gizi dan bertanya tentang berat badan baru-baru ini. Karena pemeriksaan diagnostik kanker kerongkongan disfagia sangat penting, perawat dengan hati-hati menilai keparahan dan luas. Klien biasanya melaporkan sensasi bahwa makanan slicking di tenggorokan atau area subtermal. Tumor disfagia aktif dan progresif. Hal ini awalnya dikaitkan dengan menelan makanan padat, terutama daging, dan kemudian berkembang dengan cepat selama beberapa minggu atau bulan untuk kesulitan dalam menelan makanan lunak dan cairan. jika sudah terlalu lama air liur dapat menimbulkan tersedak. Hati-hati dalam menilai disfagia karena merupakan bagian penting dari diagnosis karena disfagia yang berhubungan dengan gangguan esofagus biasanya tidak berlanjut. Disfagia biasanya tidak muncul sebelum 60% dari diameter kerongkongan menyempit oleh tumor.
Odynophagia (nyeri saat menelan) terjadi di sebagian besar  klien, membosankan dan mungkin menimbulkan  rasa sakit pada subtermal. Adanya rasa sakit yang parah atau kuat sering menunjukkan invasi tumor mediastinum struktur. Perawat juga menilai terjadinya regurgitasi, muntah, napas bau, dan cegukan, yang sering menyertai penyakit lanjut pada  kebanyakan klien. komplikasi pada  paru dapat terjadi di beberapa titik, dan perawat  menilai keberadaan batuk kronis, peningkatan sekret, dan riwayat infeksi yang baru terjadi. Tumor pada kerongkongan bagian atas dapat melibatkan laring dan dengan demikian menyebabkan suara serak.


Pengkajian Psikososial
Gejala dan diagnosis kanker kerongkongan dapat berpengaruh pada klien secara mendalam. Penyakit ini menghasilkan gejala yang signifikan, membutuhkan modifikasi utama dalam dasar pola makan, dan terminal. Takut tersedak dapat mengubah waktu makan yang normal menjadi pengalaman yang menakutkan klien dan mungkin ingin menghindari. Perawat dengan hati-hati menilai respon klien untuk diagnosis prognosis dan mengeksplorasi koping klien dan kekuatan. Perawat menilai dampak penyakit klien pada aktivitas sehari-hari. Menilai situasi rumah klien, termasuk anggota keluarga dan teman-teman yang dapat memberikan dukungan atau bantuan langsung dengan perawatan . Perawat juga menilai dampak  keuangan yang mungkin terjadi dari penyakit dan pengobatan.


Pemeriksaan Laboratorium
Okultisme lambat perdarahan dari tumor dapat menghasilkan penurunan hemoglobin dan nilai hematokrit, tapi uji laboratorium tidak definitif untuk kanker esofagus.


Pengkajian Radiograpi
Untuk sampai pada diagnosis kanker kerongkongan, pertama-tama menggunakan penelitian barium  dengan fluoroskopi. Massa tumor besar seringkali dapat diuraikan selama tes. Sebuah hasil negatif tidak mengesampingkan kanker, bagaimanapun, dan evaluasi diagnostik lebih lanjut biasanya mengindikasikan.


Pemeriksaan Diagnostik lainnya.
Dokter melakukan sebuah pemeriksaan endoskopik untuk memeriksa kerongkongan dan untuk mendapatkan spesimen untuk penelitian cyto-logika, biopsi, dan stadiumnya. Beberapa sampel jaringan mungkin diperlukan bila dicurigai ada tumor di esofagus distal, karena sampel jaringan jelas sulit diperoleh.
Jika operasi direncanakan, dokter juga dapat menggunakan computed tomography (CT), galium scan, dan bronkoskopi untuk membantu menentukan luasnya penyakit.



2.     Diagnosa Keperawatan
Yang paling umum yang terkait dengan diagnosis keperawatan kanker kerongkongan adalah :
1.     Perubahan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan gangguan menelan.
2.     Nyeri berhubungan dengan  tekanan massa tumor pada kerongkongan atau mediastinum
3.     Gangguan menelan berhubungan dengan obstruksi oleh tumor atau efek radiasi
4.     Tidak efektifnya koping individu dan keluarga berhubungan dengan efek penyakit dan terminal prognosis
5.     antisipatif Bersedih berhubungan dengan penurunan status fisik dan terminal prognosis
6.     Spiritual Distress berhubungan dengan kematian yang akan datang. Pada klien dengan tumor kerongkongan juga memiliki potensi untuk obstruksi jalan napas atau aspirasi.



3.     Perencanaan dan Pelaksanaan
dx: perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
Hasil: klien mendapatkan nutrisi yang seimbang untuk memenuhi kebutuhan tubuh dan untuk mempertahankan berat badan yang stabil.
Intervensi :Pilihan pengobatan untuk kanker esofagus meliputi:
         Terapi radiasi
         pembesaran striktur
         prostesis insertion
         Kemoterapi
         dukungan nutrisi yang cukup
         Radikal operasi
Tidak ada pendekatan yang tersedia telah meningkatkan baik ketahanan hidup 5 tahun angka atau terminal prognosis. Oleh karena itu, ada sedikit kesepakatan tentang bagaimana seharusnya perlakuan agresif untuk setiap klien. Klien dengan kanker kerongkongan hampir selalu sangat menderita, dan menghilangkan gejala menjadi pertimbangan penting.
Nonsurgical Manajemen. Keputusan pengobatan berdasarkan lokasi dan ukuran tumor, adanya metastasis, konkuren status kesehatan klien, dan kemampuan klien untuk menahan operasi radikal.
Intervensi Nonsurgical biasanya diarahkan pada peringanan gejala. Memilih dokter nonsurgical manajemen ketika seorang klien baik mampu atau tidak mau menjalani operasi ekstensif.
Terapi radiasi. Terapi radiasi adalah pengobatan pilihan untuk peringanan. Radiasi mengurangi ukuran tumor dan menawarkan klien bantuan jangka pendek. Radiasi dosis tinggi, bagaimanapun, dapat mengakibatkan striktur atau stenosis esofagus, yang mungkin memerlukan pelebaran. Normal jaringan kerongkongan sangat sensitif terhadap efek radiasi. Perawatan biasanya diberikan selama 6 - sampai 8-minggu dalam upaya untuk meminimalkan dampak negatif ini. Terapi radiasi yang sukses dapat meningkatkan kualitas hidup klien, tetapi juga menggunakan waktu yang signifikan dari sisa waktu klien.
Pada minggu-minggu pertama pengobatan, radiasi menghasilkan edema dan epitel desquamation, yang sering menciptakan esophagitis dan bdynophagia akut (sakit saat menelan). Dapat terjadi anoreksia yang berat, mual, dan muntah-muntah .Gejala bertahan sampai perawatan selesai. Perawat sering menilai klien untuk menentukan kejadian dan keparahan gejala. Analgesik sistemik sering diharuskan untuk mengontrol ketidaknyamanan, dan perawat mengelola lidokain oral (Xylocaine viskos) sebelum setiap usaha makan per oral.
Perawat bekerja dengan klien untuk mengubah pola makan untuk memenuhi kebutuhan gizi dan menjaga kenyamanan. Kecil, sering, lembut atau lunak makanan yang ditawarkan dan bubuk protein dapat digunakan untuk melengkapi isi gizi makanan. Perawat memelihara catatan akurat dari jumlah kalori, asupan dan keluaran, dan harian bobot dan menilai turgor kulit dan selaput lendir secara teratur.Bekerjasama dengan dokter dan ahli gizi, perawat menilai kebutuhan asupan gizi enteral jika asupan per oral todak memungkinkan.
Untuk klien ynag menerima terapi radiasi, perawatan mulut adalah penting. Klien beresiko monilial esophagitis dan perawat harus waspada jika tiba-tiba gejala klien makin memburuk
Dilatasi esofagus. Pelebaran kerongkongan dapat dilakukan jika diperlukan sepanjang perjalanan penyakit untuk mengatasi gejala disfagia. Perawatan yang berulang-ulang sering diperlukan untuk mempertahankan kemampuan klien untuk menelan.
Penyisipan prostesis. Dokter bisa memasukkan prostesis untuk memotong semirigid untuk mengatasi disfagia dan untuk mencegah aspirasi pada klien dengan penyakit lanjut atau dengan tracheoesophageal (TE) atau esophagobronchial (EB) fistula. Penyisipan sebuah prostesis dapat mempertahankan kerongkongan terbuka dan mempertahankan kemampuan klien untuk makan makanan peroral. Prosedur ini dapar berrisiko: prostesis dapat menjadi copot, dapat bermigrasi, atau dapat melubangi dan tumor kerongkongan dapat meningkat.
Perawat menekankan perawatan utama adalah pencegahan aspirasi karena tabung mengganggu fungsi yang lebih rendah esophageal sphincter (LES) dan refluks lambung. Perawat mengawasi klien erat, menawarkan makan makanan kecil, dan memastikan bahwa klien tidak berbaring di tempat tidur.
Terapi obat. Dalam beberapa tahun terakhir, kemoterapi menggabungkan beberapa obat antineoplastik dan telah digunakan lebih sering sebagai bagian dari pengobatan utama kanker kerongkongan. Kemoterapi tampaknya paling efektif bila diberikan secara kombinasi dengan radiasi, pembedahan, atau keduanya. Kebanyakan obat termasuk rejimen cisplatin (Platinol). Obat lain termasuk antasida dan analgesik untuk meredakan gejala mulas dan odynophagia.
Diet Therapy. Mempertahankan gizi yang memadai sangat penting untuk klien dengan kanker kerongkongan. Intervensi sering mengambil bentuk yang berbeda sebagai penyakit berkembang. Perawat bekerja sama dengan ahli diet untuk memodifikasi diet ketika disfagia berkembang. Perawat mengajarkan klien untuk memilih makanan lunak atau makanan cair. Dan untuk memperkaya makanan tersebut bisa ditambah dengan susu bubuk atau suplemen protein komersial.Kebanyakan klien mentolerir kecil, sering makan lebih baik daripada makan besar. Upaya yang dilakukan untuk menyiapkan dan melayani makanan yang menarik, suka dan tidak suka secara hati-hati dipertimbangkan.
Upaya terus-menerus dilakukan untuk mempertahankan kemampuan klien untuk menelan, tetapi selang makanan mungkin diperlukan ketika disfagia parah. Pada klien dengan obstruksi lengkap atau mengancam nyawa pembentukan fistula, mungkin perlu untuk menciptakan sebuah gastrostomy atau jejunostomy. Jangka pendek nutrisi parenteral juga digunakan untuk meningkatkan status nuiritional klien dengan cepat, terutama sebelum operasi. Perawat Memonitor dengan hati-hati bobot harian, menghitung kalori, dan asupan dan keluaran untuk mengevaluasi respons klien terhadap intervensi.
Posisi. Hati-hati,posisi sangat penting untuk klien yang sering mengalami regurgitasi atau yang menggunakan tabung prostetik untuk menjaga kerongkongan paten. Perawat mengajarkan klien untuk tetap tegak selama beberapa jam setelah makan, kepala tempat tidur selalu ditinggikan 30 derajat atau lebih untuk mencegah refluks.
Surgical Management. Pembedahan radikal mewakili satu-satunya pengobatan definitif untuk pengobatan kanker dan pengobatan yang lebih disukai untuk klien sehat. Prosedur sangat luas, namun, dan berkaitan dengan angka kematian yang tinggi, terutama bagi klien lansia dengan masalah kesehatan bersamaan. Tingkat ketahanan hidup setelah operasi tetap rendah.
Perawatan sebelum operasi. Persiapan yang adekuat  untuk operasi mungkin membutuhkan waktu yang banyak mulai dari 5 hari sampai 2-3 minggu dukungan nutrisi. Idealnya, suplemen ini diberikan peroral, akan tetapi, kebanyakan klien biasanya membutuhkan tabung makanan atau nutrisi parenteral. Dengan hati-hati perawat memonitor berat badan klien, asupan dan keluaran, dan cairan dan
keseimbangan elektrolit. dilakukan perawatan oral empat kali sehari untuk mengurangi risiko infeksi pascaoperasi. Beberapa klien mungkin juga menerima terapi radiasi sebelum operasi.
Sisa perawatan sebelum operasi berfokus pada pengajaran dan dukungan psychologic. klien merasa ragu-ragu menyetujui operasi radikal ini. Perawat memastikan bahwa klien memiliki pengetahuan tentang operasi dan hasilnya.dokter harus menginstruksi dengan jelas. Perawat menjelaskan sebagai berikut:
• Jumlah dan lokasi dari semua Insisi
·    Luka drainase tabung.
·     Tabung dada
·    selang nasogastrik
·    tempat penginfusan 
Dilihat klien unit perawatan kritis, jika memungkinkan, dan memulai kontak dengan staf unit.
Perawat menginstruksikan klien tentang rutinitas yang berubah, batuk, bernapas dalam-dalam. Dan fisioterapi dada. perawatan pasca operasi lebih ditekankan,  kemungkinan perlunya dukungan ventilator karena pengelolaan respiratori fokus utama perawatan pasca-operasi usus penempatan jika direncanakan. Wajah klien berubah karena angka kematian yang tinggi. Itu wajar bagi klien menjadi sangat cemas dan ambivalen. Perawat mendorong klien untuk berbicara tentang perasaan pribadi dan ketakutan dan melibatkan keluarga atau orang lain yang signifikan. Sakit sebelum operasi mengajar dan diskusi. Perawat primer atau manajer kasus dapat sangat membantu dalam kontinuitas penyediaan perawatan dan dukungan kepada seluruh keluarga.
Perwatan Respiratori. Klien memerlukan perawatan pasca-operasi dan beresiko untuk beberapa komplikasi serius. Perawatan respiratori merupakan perawatan pascaoperasi prioritas tertinggi, dan klien biasanya di inkubasi untuk setidaknya 24 jam pertama. Perawat menilai status pernapasan klien setiap 1-2 jam dan mulai berbalik dan batuk rutinitas. Fisioterapi dada dimulai seperti yang diperintahkan, biasanya setiap 2-4 jam. Insisional dukungan dan analgesia yang memadai sangat penting untuk batuk efektif dan harus diberikan secara teratur jika tanda-tanda vital klien tetap stabil. Perawat menjaga klien dalam semi-Fowler atau tinggi posisi Fowler untuk mendukung ventilasi dan untuk mencegah refluks. Dokter meresepkan profilaksis antibiotik dan tambahan oksigen; gas darah diperintahkan secara teratur.
Manajemen luka. Manajemen luka pascaoperasi signifikan lain keprihatinan karena klien memiliki beberapa insisi dan saluran air. Perawat insisional menyediakan dukungan selama pemulihan dan batuk untuk mencegah dehiscence. Kebocoran anastomosis adalah  komplikasi yang ditakuti, yang mungkin muncul sekitar 5-7 hari setelah operasi.
Perawat dengan hati-hati menilai untuk demam, akumulasi cairan, tanda-tanda umum peradangan, dan gejala awal shock, seperti takikardia dan tachypnea.
Laporan Perawat temuan apapun ke dokter segera. Manajemen Selang Nasogastric. Perawat memonitor nasogastric (NG) kepatenan dan mengamankan tabung untuk mencegah dislodgment, yang dapat mengganggu jahitan di anastomosis. Perawat tidak independen mengairi atau reposisi NG tabung pada klien yang telah menjalani operasi kerongkongan. NG Drainase berdarah tetapi harus berubah menjadi warna kuning kehijau-hijauan pada akhir hari pascaoperasi pertama. Keadaan yang berkelanjutan pada darah dapat mengindikasikan pendarahan pada garis jahitan.
Perawat melakukan oral Higyne setiap 2-4 jam ketrika tabung pada tempatnya. Setelah stabilisasi awal, klien diberikan 3-5 mL air setiap 15-30 menit. Jika cairan ini dapat ditoleransi dengan baik, kuantitas meningkat menjadi satu ons (30 ml) pada suatu waktu. Perawat mengawasi klien selama semua upaya menelan awal dan memastikan bahwa klien dalam posisi tegak lurus. Perawat terus untuk menilai tanda-tanda kebocoran.
Kecuali interval waktu lain yang telah ditentukan, klien diperbolehkan melalui mulut (NPO) selama 4-5 hari sampai motilitas usus sudah terbentuk dengan baik. Klien menerima infus atau nutrisi parenteral tetapi tetap sedikit dehidrasi untuk menghindari overload sirkulasi.
Perawatan Highlight: Klien dengan selang nasogastrik di Tempat Setelah Operasi Jaringan esofageal
·          Periksa tabung penempatan setiap 4 sampai 8 jam.
·          Pastikan bahwatabung adalah paten (terbuka) dan penirisan; drainase harus berpaling dari berdarah ke hijau kekuningan pada akhir hari pascaoperasi pertama.
·          Secure tabung baik untuk mencegah dislodgment.
·          Jangan mengairi atau reposisi dalam tabung tanpa perintah dokter.
·          Menyediakan teliti kebersihan mulut dan hidung setiap 2 hingga 4 • jam.
·          Jaga agar kepala tempat tidur ditinggikan untuk minimal 30 derajat.
·          Ketika klien diperbolehkan untuk memiliki sedikit air, letakkan klien dalam posisi tegak dan mengamati untuk disfagia (kesulitan menelan).
·          Amati kebocoran dari anastomosis situs, seperti ditunjukkan oleh demam, akumulasi cairan, dan manifestasi dari awal syok (takikardi, tachypnea, mengubah status mental).
Jika leaks tidak muncul, klien perlahan menambahkan makana cair dan semisolid makanan. Perawat membantu klien menentukan jumlah makanan yang dapat ditelan dengan aman dan nyaman dan ulasan pentingnya makan makanan kecil dan mempertahankan posisi tegak lurus. Tempat penyimpanan makanan dari lambung ha; telah menurun secara radikal, dan gravitasi adalah satu-satunya klien pertahanan terhadap refluks.



Perawatan lanjutan.
Kebanyakan klien memerlukan banyak bantuan di rumah setelah pulang dari rumah sakit, terutama jika mereka tinggal sendirian atau dengan pasangan tua. Pengobatan kanker kerongkongan adalah radikal. Bahkan jika komplikasi pascaoperasi besar tidak terjadi, klien cenderung memiliki keprihatinan yang sedang berlangsung tentang perawatan pernapasan, insisional penyembuhan, dan dukungan nutrisi. Perawat mengumpulkan data yang akurat dan rinci tentang situasi sosial klien dan membantu dokter dalam mengambil keputusan mengenai kebutuhan perawatan rumah.



Pendidikan Kesehatan
Penyembuhan luka juga menjadi keprihatinan yang berkelanjutan. Perawat mengajarkan klien dan keluarga untuk memeriksa luka setiap hari untuk adanya kemerahan, nyeri, bengkak, dan pengosongan. Perawat mempersiapkan instruksi tertulis tentang tanda-tanda kebocoran anastomosis dan pentingnya pelaporan mereka ke dokter atau penyedia perawatan kesehatan lainnya dengan segera.
Dukungan nutrisi tetap menjadi perhatian. Perawat mendorong klien untuk terus meningkatkan makanan peroral yang dapat ditoleransi. Klien diingatkan untuk makan berkalori tinggi, diet yang mengandung protein tinggi, lembut dan mudah untuk ditelan. Makanan harus kecil dan  sering, dan gizi makanan kosong dihindari. Eggnogs dan milk shake dapat dengan mudah disiapkan dan diperkaya untuk melengkapi makanan. Jika asupan oral tidak memungkinkan, keluarga mungkin membutuhkan pengajaran tentang menggunakan tabung atau nutrisi parenteral di rumah.
Perawat menekankan pentingnya menjaga klien tegak setelah makan dan mengangkat kepala tempat tidur di blok. Keluarga menasihati bahwa disfagia atau odynophagia mungkin kambuh karena striktur atau tumor pertumbuhan kembali. Gejala ini harus segera dilaporkan kepada penyedia layanan kesehatan.
Meskipun operasi radikal, klien dengan kanker kerongkongan masih memiliki penyakit terminal dan harapan hidup yang relatif singkat. Penekanan pada peningkatan kualitas kehidupan yang menyediakan operasi. Ketika akhirnya kondisi klien memburuk, realistis perencanaan adalah penting, dan klien dan keluarga dibantu untuk merencanakan bersama-sama untuk masa depan. Perawat membantu anggota keluarga dalam mengeksplorasi dan menerima formal dan informal sumber dukungan. Perawat membantu keluarga atau orang lain yang signifikan mengatur perawatan rumah sakit.


Home Care Manajemen
Perawatan yang diberikan di rumah sakit terus berlanjut hingga klien pulang ke rumah. Baik klien dan keluarga atau orang penting lain harus mendapat informasi tentang perawatan yang diperlukan. Perawatan pernapasan berkelanjutan merupakan prioritas, dan anggota keluarga diperintahkan untuk membantu dengan ambulation, dan fisioterapi dada. Perawat mengajarkan keluarga untuk melindungi klien dari infeksi dan untuk menghubungi dokter segera jika tanda-tanda infeksi pernafasan berkembang. Klien didorong untuk dapat aktif dan untuk menghindari istirahat berlebihan.


Health Care Resources
Perawat memprakarsai rujukan kepada komunitas atau organisasi perawatan di rumah untuk membantu keluarga dalam memberikan perawatan di rumah yang diperlukan. Perawat juga memperkenalkan keluarga dengan luas layanan perawatan untuk perencanaan masa depan.



4.     Evaluasi
Evaluasi ini didasarkan pada setiap  perawatan khusus pada klien  dan menyatakan hasil diagnosa. Hal ini juga mencerminkan pemahaman bahwa penyakit klien akhirnya fatal. Hasil yang diinginkan mungkin termasuk bahwa klien akan :
         mengkonsumsi gizi yang cukup dan seimbang untuk memenuhi kebutuhan tubuh
         Menjaga berat badan yang stabil 
         Mempertahankan jalan napas paten dan bebas dari infeksi saluran pernapasan
         Membiasakan diri terhadap tekanan dari diagnosis dan menerima dukungan yang berarti dari keluarga atau orang lain yang signifikan
         membuat rencana yang realistis untuk masa depan dengan keluarga dan signifikan lain


Divertikula
Diverticula di kerongkongan adalah pembentukan kantung luar (outpouchings) dari mukosa dan submukosa yang menonjol melalui bagian yang lemah dari otot. Klien mengeluhkan gejala mirip dengan akalasia (dibahas sebelumnya), seperti regurgitasi, malam batuk, mulut berbau, rasa asam di mulut, disfagia, dan perasaan tekanan atau kepenuhan. Bila klien mengambil posisi rekumben,  makan yang tidak dicerna dimuntahkan dan dapat juga menyebabkan batuk, dan iritasi trakea.
Divertikula mungkin berkembang di mana saja di sepanjang kerongkongan. Yang paling umum adalah divertikulum Zenker. Terjadi paling sering pada orang dewasa yang lebih tua diatas 60 tahun. Klien dengan divertikula kerongkongan dapat berisiko bagi perforasi kerongkongan karena mukosa adalah tanpa perlindungan dari lapisan otot kerongkongan normal.


Pemgkajian
Gejala khas divertikula termasuk disfagia. regurgitasi, halitosis (bau mulut), dan perasaan kepenuhan atau tekanan. Variasi terjadi sebagai akibat dari pilihan makanan, waktu makan, aktivitas, dan positioning. Kehadiran gejala-gejala pernapasan menunjukkan kemungkinan regurgitasi dan aspirasi. Menelan barium diindikasikan untuk menentukan sifat pasti dan lokasi dari divertikula. Endoscopy jarang dilakukan karena risiko terjadinya perforasi.


Intervensi
Terapi diet dan positioning adalah intervensi utama untuk mengendalikan gejala yang berkaitan dengan divertikula. Dalam kerjasama dengan ahli gizi, perawat membantu klien dalam mengeksplorasi variasi dalam ukuran dan frekuensi makanan makanan dan tekstur serta konsistensi. Makanan lembut dan makanan kecil dapat ditoleransi dengan baik dan dapat mengurangi atau menghilangkan gejala-gejala tekanan dan refluks. Perawat mengeksplorasi toleransi dan intoleransi makanan individu dengan klien.
Seperti bentuk-bentuk lain refluks, masalah divertikula terkait dengan posisi tidur.posisi yang baik adalah tidur dengan kepala tempat tidur ditinggikan dan menghindari posisi berbaring sekurang-kurangnya 2 jam setelah makan. Klien juga disarankan untuk menghindari olahraga berat setelah makan. Perawat menyarankan klien untuk menghindari pakaian ketat dan sering membungkuk atau membungkuk.
Pembedahan  adalah satu-atunya pengobatan divertikula. Kebanyakan dokter menggunakan pendekatan bedah leher, di atas klavikula. Selama pembedahan dilakukan perawatan untuk menghindari trauma pada arteri karotis komunis dan vena jugularis internal.
Setelah pembedahan pasien penerimaan nutrisi melalui selang NG yang biasanya dipasang pada waktu operasi. Pemberian makan dapat mencangkup setiap cairan, tetapi pencatatan yang cermat seperti jenis, jumlah, dan karakter harus didokumentasikan. Insisi bedah harus duobservasi terhadap kebocoran dari esofagus dan terjadinya fistula.



Hernia hiatus
Hernia hiatus didefinisikan sebagai herniasi bagian lambung ke dalam dada melalui hiatus esofagus diafragma. Terdapat 2 jenis hernia hiatus yang sangat berbeda (Gbr. 23-6). Bentuk yang paling sering adalah hernia hiatus direk (sliding), dengan perbatasan lambung esofagus yang tergeser ke dalam rongga toraks, terutama bila penderita berada dalam posisi berbaring. Kompentensi sfingter esofagus bagian bawah dapat rusak dan menyebabkan terjadinya esofagitis refluks. Kelainan ini sering bersifat asimtomatik dan ditemukan secara kebetulan sewaktu pemeriksaan untuk mencari penyebab berbagai gangguan epigastrium, atau pada waktu pemeriksaan rutin dengan radiografi saluran gastrointestinal.
Pada hernia hiatus paraesofageal (rolling), bagian fundus lambung menggulung melewati hiatus, dan perbatasan gastro esofagus tetap berada di bawah diafragma. Tidak dijumpai adanya insufisiensi meka­nisme sfingter esofagus bagian bawah, dan akibatnya tidak terjadi esofagitis refluks. Penyulit utama hernia para esofageal adalah strangulasi.
Diagnosis hernia hiatus sliding dan rolling ditegakkan melalui pemeriksaan radiogram atau endoskopi. Pertanyaan klinis yang penting adalah apakah terjadi refluks esofagus, karena keadaan ini menyebabkan terjadinya hal-hal yang serius yaitu esofagitis disertai tukak dan striktur, asma, dan pneumonia aspirasi. Pemantauan pH esofagus secara terus-menerus menggunakan pH meter kecil akan sangat bermanfaat dalam menunjukkan refluks dan mengaitkan refluks tersebut dengan gejala yang timbul.
Pengobatan hernia hiatus sliding terutama dituju-kan untuk mencegah refluks, menetralkan bahan refluks, dan melindungi mukosa esofagus. Pasien dianjurkan untuk makan makanan dalam jumlah sedikit tetapi dalam frekuensi sering dan ditambah dengan antasid. Obat penghambat H2 (misalnya ranitidin) dan obat protektif (misalnya sukralfat) dapat membantu. Bila penderita memiliki berat badan yang berlebihan, anjurkan agar berat badannya diturunkan. Obat penghambat saluran kalsium dan antikolinergik tidak boleh diberikan karena akan menghambat pengosongan lambung dan relaksasi esofagus bagian bawah. Metoklopramid (suatu derivat prokainamid) meningkatkan tonus esofagus bagian bawah dan berguna untuk mengobati beberapa kasus refluks tertentu. Omeprazol (suatu obat yang menekan sekresi asam lambung) dapat diberikan bagi pasien yang resisten. Penggunaan nikotin harus dihindari karena memiliki efek menurunkan tonus. Penderita sebaiknya menghindari gerakan membungkuk, terutama setelah makan. Bagian kepala tempat tidur sebaiknya selalu lebih tinggi sewaktu penderita tidur untuk mencegah terjadinya refluks. Pembedahan diindikasikan apabila pengobatan tidak memberi hasil dan bila terdapat bukti-bukti menetapnya esofagitis refluks atau pembentukan striktur.


Trauma
Trauma pada kerongkongan dapat disebabkan oleh cedera tumpul, pembakaran secara kimiawi, pembedahan atau endoskopi, stres yang berlarut-larut hingga muntah serta perforasi Jaringan esofageal Perforasi (Penyaringan ,Kejang ,Trauma ,benda asing ,Instrumen atau tabung ,Komplikasi bedah esophageal,dan Ulcers/tukak)
Trauma dapat mempengaruhi kerongkongan langsung, mengganggu menelan, dan gizi, atau mungkin menciptakan masalah dan komplikasi yang berkaitan dengan struktur, seperti paru-paru atau mediastinum. Insiden trauma esophageal rendah pada orang dewasa.
Ketika gaya berlebihan yang diberikan pada mukosa esophagus, hal itu mungkin melubangi atau pecah, sehingga sekresi asam dapat memasuki rongga mediastinum. ini terkait dengan tingkat kematian yang tinggi berhubungan dengan shock, gangguan pernapasan, atau sepsis. Bahan bakarsam cenderung mempengaruhi lapisan dangkal kerongkongan; zat alkali menyebabkan luka tembus lebih dalam. Basa kuat dapat menyebabkan perforasi penuh esofagus dalam satu menit. Masalah tambahan mungkin termasuk aspirasi pneumonia dan perdarahan. Striktur dapat berkembang sebagai bentuk jaringan parut.


Pengkajian
Kebanyakan klien dengan trauma esofagus awalnya dievaluasi dan dirawat di ruang darurat. Penilaian memfokuskan pada sifat dari cedera dan keadaan sekitarnya. Perawat menilai  adanya nyeri, disfagia, muntah, dan pendarahan. Jika risiko luasnya kerusakan tidak berlebihan, dokter dapat memesan sebuah x-ray atau studi endoskopik untuk mengevaluasi perforasi.


Intervensi
Setelah cedera, klien tidak diperbolehkan makan melalui mulut untuk mencegah kebocoran sekresi esofagus yang lebih lanjut. Sebuah nasogastric atau tabung gastrostomy digunakan untuk drainase dan  untuk mengistirahatkan kerongkongan. Istirahat esophageal dipertahankan selama paling sedikit 10 hari setelah cedera untuk memungkinkan penyembuhan awal mukosa. Perintah dokter nutrisi parenteral total (TPN) untuk menyediakan kalori dan protein untuk penyembuhan luka sementara klien tidak makan.
Untuk mencegah sepsis, dokter menganjurkan antibiotik spektrum luas. Kortikosteroid dosis tinggi dapat diberikan untuk menekan peradangan dan mencegah striktur. Dokter mungkin meresepkan opioid dan analgesik untuk nyeri nonopioid. Ketika bahan kimia masukkedlam rongga mulut, agen topikal, seperti 50/50 diphenhy-dramine HCl (Benadryl) dan kaolin dengan pektin (Kaopectate) atau lidokain topikal (Xylocaine viskos), dapat digunakan untuk analgesia topikal dan anti inflamasi lokal.
Jika manajemen nonsurgical tidak efektif dalam penyembuhan trauma jaringan kerongkongan, klien mungkin perlu operasi untuk mengangkat jaringan yang rusak. Klien dengan luka berat mungkin memerlukan reseksi sebagian dari kerongkongan dengan lambung dan tarik-melalui reposisi atau digantikan oleh segmen usus.

§  Esofagus merupakan suatu organ silindris berongga yang terbentang dari hipofaring hingga kardia lambung; fungsinya adalah untuk menghantarkan bahan yang dimakan. Sfingter mengatur makanan yang bertahan dalam esofagus. Sfingter esofagus bagian atas dibentuk oleh otot krikofaringeus, secara normal berada dalam keadaan kontraksi kecuali pada saat menalan. Sfingter esofagus bagian bawah bertindak sebagai sawar terhadap refluks isi lambung. Dinding esofagus terdiri atas lapisan mukosa, submukosa, muskularis, dan serosa. Kadar keasaman (pH) esofagus adalah agak basa, dan kurang dapat menoleransi kandungan asam lambung.

§  Deglutinasi atau menelan merupakan suatu aksi fisiologis kompleks ketika makanan atau cairan berjalan dari mulut ke lambung dan terjadi dalam tiga fase. Yang pertama disebut fase oral, yaitu bolus didorong ke belakang oleh gerakan voluntar lidah. Pada fase faringeal, bolus bergerak melewati epiglotis ke faring bagian bawah berlanjut ke esofagus. Pada fase esofagus akhir, gelombang peristaltik primer yang dimulai dari.

Tidak ada komentar: